Sabtu, 08 Februari 2014

Konsep dasar pemberian obat dan cairan

 Konsep dasar pemberian obat dan cairan
q  Pengertian obat
Obat ialah suatu bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis. Selain itu, obat juga berfungsi untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit yang berupa luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan. Obat juga dapat memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
q  Konsep dasar pemberian obat
A.    Pengertian  dan  Jenis-Jenis  Pemberian Obat
Obat  adalah semua zat baik dari alam (hewan maupun tumbuhan) atau kimiawi yang dalam takaran (dosis) yang  tepat atau layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit atau gejala-gejalanya.
  1. Jenis –jenis pemberian obat
Adapun  Cara pemberian obat didasarkan pada bentuk obat, efek  yang diinginkan baik fisik maupun mental.
Diantaranya :
a.       Oral : Pemberian obat melalui mulut merupakan cara paling mudah dan paling sering digunakan. Obat yang digunakan biasanya memiliki onset yang lama dan efek yang lama.
b.      Parenteral : Pemberian obat melalui perenteral merupakan pemberian obat melalui jaringan tubuh.pemberian obat parenteral, merupakan pilihan jika pemberian obat dari mulut merupakan ktrak indikasi.
c.       Topical : Obat diberikan pada kulit atau mukosa. Obat-obat yang diberikan biasanya memiliki efek lokal, obat dapat di oleskan pada areah yang diobati  atau medicated baths. Efek sistematik dapat timbul jika kulit klien tipis.
d.      Inhalasi :Jalan nafas memberikan tempat yang luas untuk absorrsi obat, obat diinhalasi melalui mulut atau pun hidung.

B.        Tujuan Pemberian Obat
  1. Untuk menghilangkan rasa nyeri yang dialami klien.
  2. Obat topikal pada kulit memiliki efek yang lokal
  3. Efek samping yang terjadi minimal
  4. Menyembuhkan penyakit yang diderita oleh klien

C.        Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Obat
Adapun  hal-hal yang dapat  diperhatikan dalam pemberian obat, di antaranya
  1. Tepat obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni : ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan obat ke tempat penyimpanan.
  1. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet, dan lain-lain. Dengan demikian, penghitungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.
  1. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya  benar pada pasien yang diprogramkan.hal ini dilakukan dengan mengidentifikasikan identitas kebenaran obat, yaitu mencocokkan nama, nomor registrasi, alamat, dan program pengobatan pada pasien.
  1. Tepat jalur pemberian
Kesalahan rute pada pemberian dapat menimbulkan efek sistenik yang fatal pada pasien .untuk itu, cara pemberiannya adalah dengan melihat cara pemberian/ jalur obat pada lebel yang dada sebelum memberikannya ke pasien.

  1. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.

D.        Teknik-Teknik Pemberian  Obat
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara di antaranya:
  1. Pemberian  obat  melalui oral
Pemberian  obat  melalui mulut  dapat  dilakukan  dengan tujuan mencegah , mengobati dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi  dari jenis obat .
Persiapan alat dan  bahan :
  • Daftar   buku  obat / catatan, jadwal pemberian obat.
  • Obat  dan tempatnya
  • Air minum  dalam tempatnya
Prosedur  kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien  mengenai prosedur  yang akan dilakukan .
  3. Baca obat, dengan berperinsip tepat obat ,tepat pasien , tepat dosis, tepat  waktu, dan tepat tempat.
  4. Bantu  untuk meminumkannya dengan cara :
a)      apabila memberikan obat  berbentuk tablet  atau kapsul  dari botol,  maka   tobat. Jangan sentuh obat dengan tangan . untuk obat berupa kapsul  jangan  dilepaskan  pembungkusnya.
b)      kaji kesulitan menelan  bila ada, jadikan tablet  dalam bentuk bubuk  dan  campuran  dengan minuman.
c)      Kaji denyut  nadi  dan tekanan darah sebelum  pemberian obat yang membutuhkan  pengkajian .
  1. Catat perubahan  dan reaksi  terhadap pemberian . evaluasi  respons terhadap obat denngan mencatat hasil pemberian obat
  2. Cuci tangan

  1. Pemberian obat melalui  jaringan intrakutan
Memberikan  atau memasukkan obat kedalam jaringan kulit  dilakukan sebagai tes  reaksi alergi  terhadap jenis obat  yang akan digunakan. Pemberian obat  melalui  jaringan intrakutan  ini dilakukan di bawah dermis  atau epidermis secara umum, dilakukan pada daerah lengan, tangan bagian venteral.
Ø  Persiapan  alat dan bahan :
  1. Daftar buku obat /catatan, jadwal pemberian obat.
  2. Obat dalam tempatnya.
  3. Spuit  1cc /spuit insulin
  4. Kapas alkhol dalam tempatnya.
  5. Cairan pelarut
  6. Bak seteril dilapisi kas steril
  7. Bengkok
  8. Perlak dan alasanya
Ø  Prosedur kerja :
  1. Cuci  tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur  yang akan dilakukan
  3. Bebaskan daerah yang akan disuntik.bila menggunakan baju lengan panjang, buka dan ke ataskan.
  4. Pasang perlak di bawah bagian yang di suntik.
  5. Ambil obat untuk tes alergi ,kemudian larutkan / encerkan dengan akuades (cairan pelarut). Selanjutnya , ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai 1 cc lalu siapkan pada bak injeksi atau seteril
  6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang disuntik
  7. Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.
  8. Lakukan penusukan dengan lubang mennghadap ke atas yang sudutnya 15-20   terhadap permukaan kulit.
  9. Semperotkan obat hingga terjadi gelembung
  10. Tarik supit dan tidak boleh dilakukan massage
  11. Cuci tangan    
  12. Catat reaksi pemberian , hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan jenis obat

  1. Pemberian obat melalui  jaringan  subkutan
Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui jaringan  subkutan ini dilakukan dalam program  pemberian insulin yang di gunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan, yaitu jernih  dan keruh. Larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat (insulin reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi  obat.
Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Daftar buku obat/ catatan, jadwal pemberian obat
  2. Obat dalam tempatnya.
  3. Spuit insulin.
  4. Kapas alkohol dalam tempatnya
  5. Cairan
  6. Bak injeksi
  7. Bengkok
  8. Perlak dan alasnya
Ø  Prosedur kerja :
  1. cuci tangan.
  2. jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. bebaskan daerah yang akan disuntikkan atau bebaskan suntikan dari pakaian . apabila  menggunakan baju , dibuka atau di ataskan .
  4. ambil obat pada tempatnya sesuai  dengan dosis yang akan diberikan . setelah itu, tempatkan pada bak injeksi.
  5. Disinfeksikan  dengan kapas alkohol.
  6. Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkuntun).
  7. Lakukan penusukan dengan jarum suntik menghadap ke atas , dengan sudut  45  pada permukaan kulit.
  8. Lakukan dengan aspirasi bila tidak ada darah, semprotkan  obat perlahan-lahan  hingga  habis .
  9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah dipakai  kedalam bengkok.
  10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis / dosis obat.
  11. Cuci tangan.

  1. Pemberian obat melalui  intervena
Memberikan obat secara langsung, diantaranya vena mediana cubitus / cephalika (daerah lengan), vena frontalis / temporalis di daerah frontalis dan temporal dari kepala. Tujuanya agar reaksi berlangsung cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.

Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
  2. Obat dalam tempatnya
  3. Spuit  sesuai dengan jenis ukuran.
  4. Kapas alkohol dalam tempatnya
  5. Cairan pelarut
  6. Bak injeksi
  7. Bengkok
  8. Perlak dan alasnya
  9. Karet pembendung.
Ø  Prosedur kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
  3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian. apabila tertutup, pakaian dibuka  atau dikeataskan
  4. Ambil obat dari tempatnya dengan spuit, sesui dengan dosis yang akan diberikan.  Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk, maka lartkan dengan pelarut (akuades sterill).
  5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  6. Kemudian tempatkan obat yang telah di ambil pada  bak injeksi
  7. Disinfeksi dengan kapas alkohol
  8. Pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat dapat dilakukan peningkatan dengan karet pembandung  (torniquet) , tegangkan dengan tangan  / minta bantuan, atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
  9. Ambil spuit yang  berisi obat
  10. Lakukan penusukan dengan  lubang menghadap ke atas dengan  memasukkan  ke pembuluh darah .
  11. Lakukan aspirasi. Bila sudah ada daerah ,lepskan karet pembendung dan  langsung semprotkan  obat hingga habis.
  12. Setelah selesai, ambil sempuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah pennusukan  dengan kapas alkohol  . letakkan spuit yang telah digunakan ke dalam bengkok.
  13. Catat reaksi pemberian , tanggal,  waktu,  dan dosis pemberian obat
  14. Cuci tangan.

  1. Pemberian obat  melalui wadah intervena
Memberikan obat melalui  wadah intrvena  merupakan pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan  obat ke dalam wadah cairan intervena. dengan bertujuan untuk meminimalkan efek samping  dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran .
  2. Obat dalam tempatnya
  3. Wadah cairan (kantong / botol)
  4. Kapas alkohol.
Ø  Prosedur kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
  4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.
  5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran
  6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan memasukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan
  7. Setelah selesai , tarik spuit dan campur larutan dengan membalikan kantong cairan secara  perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
  8. Periksa kecepatan infuse
  9. Cuci tangan
  10. Catat reaksi pemberian , tanggal,waktu, dan dosis pemberian obat

  1. Pemberian obat melalui selang intervena
Ø  Persiapkan alat dan bahan :
  1. Spuit dan jarum sesuai dengan  ukuran
  2. Obat dalam tempatnya
  3. Selang intrevena
  4. Kapas alcohol
Ø  Prosedur kerja:
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit
  4. Cari tempat penyuntikan  obat pada selang intervena
  5. Lakukan disinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
  6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarumspuit hingga menembus bagian tengah dan memasukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam selang intervena
  7. Setelah selesai, tarik spuit
  8. Periksa kecepatan infus dan obsevasi reksi obat
  9. Cuci tangan
  10. Catat obat yang telah diberikan dosisnya

  1. Pemberian  obat melalui intramuscular
Memberikan obat melalui intramuskuler merupakan pemberian obat dengan memasukannya ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat  dilakukan di dorosogluteal (posisi tengkurap), ventrogluteal (posisi bebaring), avastus lateralis (daerah paha), deltoid (lengan atas ). Dengan tujuan agar absorpasi obat dapat lebih cepat.
Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Daftar buku obat / catat, jadwal pemberian obat
  2. Obat dalam tempatnaya
  3. Spuit dan jarum sesuai dengan ukurannya : untuk orang dewasa, panjang nya 2,5-3,7 cm; sedangkan untuk anak , panjangnya 1,25-2,5 cm
  4. Kapas alcohol dalam tempatnya
  5. Cairan pelarut
  6. Bak injeksi
  7. Bengkok
Ø  Prosedur kerja:
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu letakkan pada bak injeksi
  4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
  5. Disinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan
  6. Dilakukan  penyuntikan
  7. Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus
  8. Setelah jarum masuk , lakukan aspirasi spuit.bila tidak ada darah, semperotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis
  9. Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya, tekan daerah penyuntikan dengan kapas alcohol, kemudian letekkan spuit yang telah digunakan pada bengkok
  10. Catat reaksi pemberian , jumlah dosis obat, dan waktu pemberian
  11. Cuci tangan

  1. Pemberian obat melalui rectum
Pemberian obat melalui rectum  merupakan pemberian obat dengan memasukkan obat melalui anus dan kemudian rectum,dengan tujuan memberikan efek local dan sistematik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadiakan lunak pada daerah feses, dan merangsang buang air besar. Pemberian obat efek local , seperti obat ducolac supositoria, berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara local. Pemberian obat  dengan sistemik, seperti obat aminofilin supositoria, berfungsi mendilatasi bronchus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rectal yang melewati sphincter anti interna. Kontraindikasi pada pasien yang mengalami pembedahan rectal.
Ø  Persiapan alat dan bahan:
  1. Obat supositoria pda tempatnya
  2. Sarung tangan
  3. Kain kasa
  4. Vaselin/pelican/pelumas
  5. Kertas tisu
Ø  Prosedur kerja:
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Gunakan sarung tangan
  4. Luka pembungkus obat  dan pegang dengan kain kasa
  5. Oleskan pelican pada ujung obat supositoria
  6. Regangkan glutea dengan tangan kiri.kemudian masukkan supositoria b perlahan melalui anus,sphincter anal interna, serta mengenai dinding rectal  10 cm pada orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak .
  7. Setelah selesai, tarik jari  tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu
  8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama  5 menit
  9. Cuci tangan
  10. Catat obat, jumlah dosis,  dan cara pemberian.

  1. Pemberian obat per vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui  vagina, yang bertujuan untuk mendafatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. obat ini tersedia dalam bentuk krem dan supositoria  yang digunakan untuk mengobati  infeksi lokal .
Ø  Persiapan alat dan bahan:
  1. Obat dalam tempatnya
  2. Sarung tangan
  3. Kain kasa
  4. Kertas tisu
  5. Kapas sublimat dalam tempatnya.
  6. Pengalas
  7. Korentang dalam tempatnya
Ø  Prosedur kerja:
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Gunakan sarung tangan
  4. Buka pembukus obat dan pegang dengan kain kasa
  5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
  6. Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
  7. Apabila jenis obat supositoria, maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat
  8. Renggang kan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat  sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5- 10 cm
  9. Setelah obat masuk,bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan tisu
  10. Anjurkan unutk tetap dalam posisi selama  10 m agar obat bereaksi.
  11. Cuci tangan
  12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

  1. Pemberian obat pada mata
Pemberian obat pada mata dengan  obat tetes mata atau salep mata digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil,pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata.
Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep.
  2. Pipet
  3. Pinset anatomi dalam tempatnya
  4. Korentang dalam tempatnya
  5. Plester
  6. Kain kasa
  7. Kertas tisu
  8. Balutan
  9. Sarung tangan
  10. Air hangat / kapas pelembat.
Ø  Prosedur kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang dilakukan
  3. Atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat di samping kanan
  4. Gunakan sarung tangan
  5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembat dari sudut mata k arah hidung apabila sangat kotor,   basuh dengan air hangat.
  6. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari,jari telunjuk di atas tulang orbita.
  7. Teteskan obat mata di atas sakus konjugtiva. Setelah tetesan selesai sesuai dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan perlahan-lahan, apabila menggunakan obat tetes mata.
  8. Apabila obat mata jenis salep pengang aflikator salep di atas pinggir kelopak mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah.setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat ke bawah , secara bergantian dan berikan obat pada kelopak mata bagian atas.biarkan pasien untuk memejamkan mata dan menggerakan kelopak mata
  9. Tutup mata dengan kasa bila perlu.
  10. Cuci tangan
  11. Catat obat, jumlah, waktu, dan tempat pemberian.

  1. Pemberian obat pada kulit
Pemberian obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya  dikulit yang bertujuan mempertahan kan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit, atau  mengatasi infeksi. Jenis obat kulit yang diberikan dapat bermacam-macam seperti krem, losion, aerosol dan seprai.
Ø  Persiapan alat dan bahan :
  1. Obat dalam tempatnya (seperti krem, losion, aerosol, dan seprai)
  2. Pinset anatomis
  3. Kain kasa
  4. Kertas tisu
  5. Balutan
  6. Pengalas
  7. Air sabun, air hangat
  8. Sarung tangan
Ø  Prosedur kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Pasang pengalas di bawah daerah yang akan dilakukan tindakan
  4. Gunakan sarung tangan
  5. Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit mengeras ) dan gunakan pinst anatomis.
  6. Beriakan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mongelkan dan menggompers 
  7. Kalau perlu,tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati
  8. Cuci tangan

  1. Pemberian obat  pada telinga
Memberiakan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes pada telinga atau salep. Pada umumnya, obat tetes telinga yang dapat  berupa obat antibiotik diberiakan pada gangauan infeksi  telinga. Khususnya otitis media pada telinga tengah.

Ø  Persiapan alat dan bahan  :
  1. Obat dalam tempatnya
  2. Penetes
  3. Spekulum telinga
  4. Pinset anatomi dalam tempatnya
  5. Korentang dalam tempatnya
  6. Plester
  7. Kain kasa
  8. Kertas tisu
  9. Balutan
Ø  Prosedur  kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien , mengenai prosedur  yang akan dilakukan
  3. Atur  posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai dengan daerah yang akan diobati , usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.
  4. Lurusakan lubang telinga denger menarik daun telinga ke atas atau ke belekang pada orng dewasa dan k bawah pada anak
  5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai dosisi pada dinding saluaran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara
  6. Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukkan atau oleskan salep pada liang telinga
  7. Pertahankan posisi kepala  2-3m
  8. Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu
  9. Cuci tangan
  10. Catat jumalah, tanggal,dan dosis pemberian.

  1. Pemberian obat pada hidung
Pemberian obat tetes hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.
Ø  Persiapan alat dan bahan
  1. Obat dalam tempatnya
  2. Pipet
  3. Spekulum hidung
  4. Pinset anatomi pada tempatnya
  5. Korentang dalam tempatnya
  6. Plester
  7. Kain kasa
  8. Kertas tisu
  9. Balutan
Ø  Prosedur  kerja :
  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan pada pasien, mengenai prosedur yang akan dilakukan
  3. Atur posisi pasien dengan cara :
  • Berikan tetesan obat  sesuai dengan dosis pada tiap lubang hidung
  • Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang  selama  5 m
  1. Cuci tangan
  2. Catat cara tanggal, dan dosis pemberian obat

E.     Komplikasi dan Kesalahan Dalam Pemberian Obat.
Obat memiliki dua efek yakni efek terapeutik dan efek samping efek terapeutik obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala), kuratif (memiliki efek pengobatan), suportif (berefek untuk menaikkan fungsi atau respons tubuh), substitutif (berefek sebagai pengganti), efek kemoterapi (berefek untuk mematikan atau menghambat), dan restorative (berefek pada memulihkan fungsi tubuh yang sehat). Efek samping merupakan dampak yang tidak di harapkan, tidak bisa diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alergi, toksisitas (keracunan), penyakit iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
     Alergi kulit : apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada klien, keluarkan sebanyak mengkin pengobatan yang telah diberikan, beritau dokter, dan catat dalam pelaporan.
 Resiko kesalahan pengobatan injeksi meningkat secara bermakna dengan semakin tingginya keparahan sakit pasien, semakin tinggi pelayanan dan semakin banyaknya penyuntikan obat. Resiko lebih rendah ketika ada sistem pelaporan kejadian kritis dan ketika pengecekan rutin pada perubahan shift perawat.
q  Konsep dasar pemberian cairan
1.      Pengertian  Terapi Intravena (Infus)
       Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.(Yuda, 2010)
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 : 68)

2.      Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)
1.      Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
2.      Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3.      Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4.      Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
5.      Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6.      Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan.

3.      Tipe-tipe Cairan Intravena
a.       Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotic yang sama dengan ada didalam plasma.
1)      Nacl normal 0,9%
2)      Ringer Laktat
3)      Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)
4)      Dextrose 5% dalam air ( D 5 W )

b.      Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki osmotic yang lebih kecil dari pada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di Intrasel dan Ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak.
1)      Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45%
2)      Nacl 0,45%
3)      Nacl 0,2%

c.       Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih tinggi dari pada yang ada dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotic, sel kemudian akan menyusut.
1)      Dextrose 5% dalam Nacl 0,9%
2)      Dextrose 5% dalam Nacl 0,45%  (hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotic).
3)      Dextrose 10% dalam air
4)      Dextrose 20% dalam air
5)      Nacl 3% dan 5%
6)      Larutan hiperalimentasi
7)      Dextrose 5% dalam ringer laktat
8)      Albumin 25

4.      Komposisi Cairan Terapi Intravena
a.       Larutan Nacl, berisi air dan elektrolit (Na+, cl-)
b.      Larutan dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c.       Ringer laktat, berisi air (Na+, K+, cl-, ca++, laktat)
d.      Balans isotonic, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( Na+, K+, Mg++, cl-, HCO, glukonat ).
e.       Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
f.       Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik cairan dari intertisiall, kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g.      Hiperelimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).

5.      Menentukan kecepatan cairan Intravena (Infus)
a.       Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat meneteskan 10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per 1 ml. Jumlah tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes.
b.      Atur jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan yang akan diberikan dengan jumlah jam infuse yang berlangsung. Kemudian kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes.
c.       Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang akan diberikan permenit, bagi dengan 60.
d.      Hitung jumlah tetesan permenit yang akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan kecepatan tetesan.

6.      Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus
a.       D 5 W (dextrose 5% in water)
1)      Digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut
2)      Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi (darah atau komponen darah).
b.      Nacl 0,9%
1)      Digunakan untuk menggantikan garam(cairan isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok hemodinamik.
2)      Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misalnya : gagal jantung dan gagal ginjal).

c.       Ringer laktat
Digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang.
7.      Tipe-tipe Pemberian Terapi Intravena (Infus)
1.      IV push
IV push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara langsung kedalam saluran/jalan infus.
Indikasi :
a.       Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena.
b.      Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin).
c.       Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus ( lidocain, xilocain).
d.      Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi
e.       Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat yang dicampur. (Setyorini, 2006 : 7)

2.      Continous Infusion (infus berlanjut)
Continoius Infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal yang perlu dipertimbangkan yatu :
a.       Keuntungan
1)      Mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat.
2)      Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan.
3)      Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus.

b.      Kerugian
1)      Memerlukan selang yang khusus.
2)      Biaya lebih mahal
3)      Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrat.
c.       Tanggung jawab perawat
1)      Efektivitas penggunaan pengaturan infus secara mekanis sama dengan perawat yang memerlukannya.
2)      Perawat harus waspada terhahap terjadinya komplikasi (adanya infiltrat atau infeksi)
3)      Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang memproduksi alat tersebut.
4)      Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran infus.

3.      Intermitten Infusion (Infus Sementara)
Infus sementara dapat diberikan melalui heparin lock, “piggy bag” untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus.
a.       Komplikasi Terapi Intravena (Infus)
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
1.      Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2.      Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3.      Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4.      Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
1.      Rasa perih/sakit
2.      Reaksi alergi
                                                                                       
b.      Prosedur Pemasangan Terapi Intravena (Infus)
Prinsip pemasangan terapi intravena (infus) memperhatikan prinsip steril, hal ini yang paling penting dilakukan tindakan untuk mencegah kontaminasi jarum intravena (infus).
 Langkah-langkah dalam pemasangan terapi intravena (Infus) menurut Susiati (2008 : 16), adalah sebagai berikut :
1.      Berikan penjelasan kepada pasien menggenai maksud pemasangan IV line, untuk memperoleh persetujuan dan kerja sama pasien. Pasien hendaknya dalam keadaan tenang, dalam kondisi baring atau duduk.
2.      Atur posisi pasien senyaman mungkin. Persiapkan lengan yang akan dipasang kanulasi (bila memungkinkan, cari lengan yang tidak dominan).
3.      Ciptakan suasana yang mendukung dan bersahabat.
4.      Jika kanulasi akan diteruskan dengan pemasangan infus, sedangkan baju pasien agak ketat, maka lepaskan atau longgarkan baju dari lengan pasien.
5.      Cuci tangan medikal.
6.      Persiapkan set infus
7.      Cek aliran infus
8.      Dekatkan peralatan (yang telah disiapkan dalam troli injeksi) ke pasien.
9.      Kenakan sarung tangan.
10.  Letakkan perlak pada bagian bawah lengan.
11.  Pasang tourniquet.
12.  Identifikasi vena yang layak digunakan.
13.  Disinfeksi kulit dengan alkohol swab, sirkuler (biarkan mengering, jangan ditiup).
14.  Gunakan kanula steril.
15.  Masukkan kanula ke vena (kanulasi) dengan sudut 15-20 derajat.
16.  Insersi kanula (IV insertion).
17.  Buka tourniquet.
18.  Dorong kanula masuk secara perlahan, tarik stilet keluar secara perlahan.
19.  Setelah darah tampak keluar, sambungkan dengan IV line.
20.  Letakkan kasa steril di bawah kanula, agar jika ada darah yang keluar akan segera diserap.
21.  Buang jarum kedalam sharp container.
22.  Atur tetesan infus sesuai program terapi dokter.
23.  Bersihkan daerah sekitar bekas penusukan dengan kasa steril.
24.  Buang kasa kedalam tempatnya.
25.  Tutup dengan plaster transparan.
26.  Fiksasi dengan plester antialergi dengan cara jangkar.
27.  Beri label pada :
·         Botol infus : cantumkan (tanggal, bulan, tahun, mulai dan selesai pemberian infus)
·         Set infus : cantumkan (jam, tanggal, bulan, dan nama pemasang infus).
28.  Rapikan alat seperti semula.
29.  Cuci tangan
30.  Dokumentasikan kedalam catatan perkembagan pasien.

q  Prinsip-prinsip pemberian obat
1.      Benar Obat
Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya perawat harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan.  Jika lebelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus di kembalikan  ke bagian farmasi.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama yang asing harus diperiksa nama generiknya bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generik atau kandungan obat. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu perawat mengingat nama obat dan kerjanya.

2.      Benar Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat,  maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan  menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.
1.      Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.
2.      Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan.
3.      Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : tersedianya obat dan dosis obaat yang diresepkan/diminta, pertimbangan berat badan klien (mg/kgBB/hari), jika ragu-ragu dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
4.      Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu. 

3.      Benar Pasien
            Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikai kebenaran obat dengan mencocokan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada pasien.
1.      Klien berhak untuk mengetahui alasan obat
2.      Klien berhak untuk menolak pengguaan sebuah obat
3.      Membedakan klien dengan dua nama yang sama
4.      Benar Cara Pemberian
            Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhasial.
1.      Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2.      Parental. Kata inin berasal dari bahasa yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parental berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (parset/perinfus).
3.      Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mokusa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4.      Rektal. Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp) , hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar atau kejang (stesolid supp). Pembarian obat prektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5.      Inhalasi yaitu pemberian obat melaluisaluran pernafasan. Saluran pernafasn memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya.

5.      Benar Waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan wzktu yzng diprogramkan, karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat
1.      Pembarian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
2.      Dosis obt harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti dua kali sehari, tiga kali sehari,empat kali sehari, dan 6 kali sehari sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan
3.      Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½). Obat yang memiliki waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
4.      Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau bersama makanan
5.      Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa lambung bersama-sama dengan makanan
6.      Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.

6.      Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Pemberian obat sesuai dengan standart prosedur yang berlaku dirumah sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengeni obat yang telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.

7.      Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien

Perawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pemberian obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari selama sakit, dan sebagainya.

8.      Hak Klien Untuk Menolak
Klien berhak untuk menolak  dalam pemberian obat. Perawat harus memberikan inform consent dalam pemberian obat.

9.      Benar Pengkajian
            Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda Tanda Vital) sebelum pemberian obat.

10.  Benar Evaluasi
            Perawat selalu melihat/memantau efek kerja dari obat setelah pemberiannya.

11.  Benar Reaksi Terhadap Makanan
            Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu harus diminum sebelum makan (ante cimum atau a.c) untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin,dan sebaiknya ada obat yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin.

12.  Benar Reaksi Obat Dengan Obat Lain
            Pada penggunaan obat seperti ini chloramphenicol diberikan dengan omeprazol penggunaan pada penyakit kronis.





q  Jenis dan golongan obat
Ø  Logo atau simbol obat
Logo Obat BebasLogo obat bebas terbatasLogo obat kerasLogo narkotik
Berdasarkan keamanan dan pengamanan obat, obat di kelompokan atas obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat psikotropika, dan obat narkotika.
  • Golongan Obat bebas
Logo Obat Bebas
Logo Obat Bebas
Obat bebas merupakan obat yang tingkat keamanannya sudah terbukti tidak membahayakan. Obat ini diberikan tanda atau logo lingkaran hitam mengelilingi lingkaran berwarna hijau. Obat ini dapat menggunakan dibeli tanpa resep dari dokter dan dapat dijual di apotek maupun toko obat, misalnya Antasida DOEN, Parasetamol, Calcium Lactate, dll. Dalam istilah lain untuk obat bebas adalah obat Over The Counter (OTC).
Ada beberapa jenis tanda yang terdapat dalam kemasan obat. Penandaan itu menunjukkan golongan obat, yang terkait dengan berbagai ketentuan yang mengaturnya.
Penggolongan tersebut terdapat dalam Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi seperti dilansir Rabu (2/6/2010).



  • Golongan Obat Bebas Terbatas
Logo obat bebas terbatas
Logo obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas ialah obat keras yang dapat diberikan dalam jumlah terbatas, baik dosis maupun jumlah unit sediaannya. Misalnya tablet diberikan dalam jumlah 4 tablet .Obat bebas dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter  Obat ini diberikan bersama dengan peringatan obat tertulis. Peringatan obat tertulis tersebut dituliskan dalam bentuk tulisan putih dengan latar belakang hitam yang berisi :
P.NO.1 Awas obat keras : Bacalah aturan pakai !
peringatan obat bebas terbatas P.no.1
P.NO.2 Awas obat keras : Hanya untuk dikumur, jangan ditelan !
peringatan obat bebas terbatas P.no.2
P.NO.3 Awas obat keras : Hanya bagian luar dalam !
peringatan obat bebas terbatasn P.no.3
P.NO.4 Awas obat keras : Hanya untuk dibakar !
peringatan obat bebas terbatas P.no.4
P.NO.5 Awas obat keras : Tidak boleh ditelan !
peringatan obat bebas terbatas P.no.5
P.NO.6 Awas obat keras : Obat wasir, jangan ditelan !
peringatan obat bebas terbatas P.no.6
Digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dikenali oleh penderita penyakit itu sendiri. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975, disertai tanda peringatan P. No.1 sampai P. No. 6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian,peringatan serta kontra indikasi.
  • Logo atau Simbol Obat Keras
Logo obat keras
Logo obat keras
Logo Simbol Obat keras  diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf “K” yang menyentuh garis tepi.
Obat keras adalah obat yang termasuk dalam daftar obat yang hanya boleh disertakan oleh apoteker atau dokter. Apoteker hanya menyerahkan obat keras tersebut hanya berdasarkan permintaan (resep) dari dokter. Dan dokter hanya menyerahkan obat tersebut,  jika obat tersebut diperoleh dari apotek. Pengecualian diberlakukan menurut Permenkes, beberapa kelompok obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker tanpa resep dokter misalnya obat untuk kontrasepsi oral berupa hormon, obat saluran cerna seperti papaverin dan diazepam, obat saluran nafas seperti aminofilin dan salbutamol, dan kelompok lainnya. Obat keras yang memerlukan penawaran khusus, termasuk dalam kelompok obat “psikotropika”.  Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia. diperlukan informasi lengkap terkait penggunaan obat ini karena jika tidak digunakan secara tepat dapat menimbulkan efek samping yang tidak baik bagi tubuh sebaiknya konsultasikan kepada Apoteker jika anda mendapatkan obat-obat berlabel obat keras dari resep dokter, penggunaan obat yang terpat akan meningkatkan efektivitas obat terhadap penyakit dan meminimalkan efek sampingnya.
  • Logo atau simbol Narkotik
Logo narkotik
Logo narkotik
(Opiat=O) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, rangsangan semangat , halusinasi,  mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dapat menimbulkan ketergantungan. Peredaran produk jadi obat narkotika dikemas dalam wadah kemasan yang diberi bulatan berwarna hitam mengelilingi palang merah dengan dasar putih.
Obat Narkotika bersifat adiksi & penggunaannya diawasi dengan sangat ketat, sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh di Apotek  dengan menggunakan  resep dokter yang asli (bukan coppy resep). Bebeerapa contoh dari obat narkotik diantaranya: Morfin, Heroin, Coca, Codein, Methadone, Cannabis/marijuana/ganja. Dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetika/obat penghilang rasa sakit.

Ø  Jenis jenis Golongan Obat :

1.      ACE inhibitor atau penghambat angiotensin converting enzim (ACE). Penghambat ACE ini merupakan kelompok obat untuk menurunkan tekanan darah.
2.      Antasid dan alginates. Antasid digunakan untuk masalah dyspepsia atau maag. Beberapa jenis antasid bisa dijumpai tanpa membutuhkan resep.
3.      Antibiotika. Juga dikenal sebagai antibakteri, merupakan jenis obat yang digunakan untuk masalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
4.      Antidepresan. Sesuai dengan namanya, obat ini untuk mengatasi depresi. Ada beberapa jenis obat antidepresan. Namun, dua jenis yang sering digunakan, yaitu obat tricyclic seperti amitriptiline dan imipramine serta selective serotonin re-uptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine.
5.      Antihistamin. Dikenal sebagai obat untuk alergi, seperti demam dan beberapa jenis batuk dan pengobatan flu.
6.      Benzodiazepine. Kelompok obat ini juga dikenal sebagai penenang minor dan sedatif. Yang banyak dikenal adalah diazepam (dengan nama valium) dan nitrazepam (dengan nama mogadon).
7.      Beta-antagonist. Obat jenis itu misalnya inhaler yang digunakan untuk melegakan serangan asma, mengandung beta-antagonist.
8.      Beta-blocker. Beta-adrenoreceptor sering disebut sebagai beta-blockers, bekerja untuk jantung dan sistem sirkulasi darah. Fungsinya, mengurangi tekanan darah.
9.      Calcium-channel blockers. Obat ini digunakan untuk masalah yang berhubungan dengan jantung dan sistem peredaran darah, termasuk tekanan darah tinggi dan angina.
10.  Kontrasepsi oral kombinasi. Merupakan salah satu dari banyak metode pencegahan kehamilan. Dinamakan demikian karena obat tersebut merupakan kombinasi dari dua jenis hormon perempuan, yaitu estrogen dan progesterone.
11.  Obat untuk mata. Beberapa kelompok termasuk dalam obat untuk mata, seperti glaukoma. Ada lima jenis obat yang digunakan untuk pengobatan glaukoma, yaitu miotik, simpatomimetik, penghambat beta, penghambat karbonik anhydrase, dan latanoprost.
12.  H2 antagonist. Ada beberapa jenis obat untuk mengobati luka lambung dan salah cerna. Satu yang terpenting adalah obat-obatan dari jenis H2 antagonist.
13.  Hormone replacement therapy (terapi sulih hormon). Terapi ini direkomendasikan kepada perempuan saat dan pasca menopause
14.  Inhaler steroid. Obat inhaler jenis kortikosteroid atau steroid, digunakan untuk mencedah terjadinya gejala asma.
15.  Laksatif. Terdapat beberapa jenis obat laksatif yang bekerja dengan berbagai cara untuk meredakan atau mencegah terjadinya konstipasi (sembelit), seperti jenis diuretik.
16.  Nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs) atau obat nonsteroid antiperadangan. Biasa digunakan untuk mengurangi peradangan dan meredakan nyeri. Yang biasa digunakan adalah ibuprofen.
17.  Parasetamol. Merupakan pereda nyeri. Kekuatannya hampir sama, tetapi tidak bekerja sebagai antiperadangan seperti aspirin.
18.  Proton pump inhibitor, obat penghambat pompa proton. Merupakan jenis obat yang digunakan dalam mengobati luka pada lambung dengan menghambat produksi asam lambung.
19.  Statin. Merupakan kelompok obat yang digunakan untuk menurunkan kolesterol darah.
20.  Steroid topical. Kortikosteroid topical atau dikenal dengan krim steroid, digunakan pada kulit untuk meredakan eksim dan beberapa gangguan kulit lainnya.

q  Faktor yang mempengaruhi khasiat obat
Ø  Faktor-faktor yang menentukan cara transport obat lintas membran yaitu :
  • Sifat fisiko-kimia obat : bentuk dan ukuran molekul, kelarutan dalam air, kelarutan dalam lemak, derajat ionisasi
  • Bioavailabilitas : adalah ( ketersediaan hayati )
Jumlah obat ( dalam persen terhadap dosis ) yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif.
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberi gambaran mengenai keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari bentuk sediaan.
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada pasien ( secara in vivo ) dengan menentukan kadar obat dalam plasma darah dengan interval setiap jam sampai diperoleh kadar puncak dan kadar obat minimum yang masih berefek
Obat yang menghasilkan kadar obat sama antara kadar dalam darah dan dalam jaringan, disebut mempunyai bioekivalensi . Bila tidak sama, disebut mempunyai bioinekivalensi. Bila bioinekivalensinya lebih dari 10 % menimbulkan inekivalensi terapi, terutama obat-obat yang indeks terapinya sempit ( dosis terapi hampir sama dengan dosis toksik )
Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Banyak faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat, terutama bila diberikan per oral, kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran gastrointestinal
Ø  CARA PEMBERIAN OBAT
a. Cara pemberian obat per oral :
Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun untuk obat yang diberikan melalui oral, ada tiga faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :
1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya)
2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme )
3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. ( interksi dengan makanan )
 sebagai tugas mandiri.( dapat dilihat dalam Tabel 1-1 halaman 4 , Ganiswara S.G . Farmakologi dan Terapi`)-

b. Cara pemberian obat melalui suntikan :
Ø  Keuntungan pemberian obat secara parenteral dibandingkan per oral, yaitu :
  1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur
  2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah
  3. Sangat berguna dalam keadaan darurat

Ø  Kelemahan cara pemberian obat melalui suntikan :
  1. Dibutuhkan cara aseptis
  2. Menyebabkan rasa nyeri
  3. Kemungkinan terjadi penularan penyakit lewat suntikan
  4. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh penderita
  5. Tidak ekonomis
c. Pemberian Obat Melalui Paru-paru :
Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap, misalnya anestetik umum dan obat dalam bentuk aerosol. Absorpsi melalui epitel paru dan mukosa saluran napas
Ø  Keuntungan :
  1. Absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas
  2. Terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati
  3. Obat dapat diberikan langsung pada bronchus ( untuk asma bronchial )

Ø  Kelemahan :
  1. Diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit ( obat semprot untuk asma)
  2. Sukar mengukur dosis (karena ukurannya: berapa kali semprotan sekali pakai)
  3. Obatnya sering mengiritasi epitel paru
d. Pemberian Topikal
Pada kulit : Jumlah obat yang diserap tergantung : - (1) pada luas permukaan kulit yang terpejan; - (2) kelarutan obat dalam lemak; -( 3 ) dapat ditingkatkan absorpsinya dengan membuat suspensi obat dalam lemak.
DISTRIBUSI
Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan penyebarannya. Yaitu :
  1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang perfusinya sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan otak ), terjadi segera setelah penyerapan, selanjutnya
  2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan jaringan lemak ).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif atau lebih sering karena berikatan dengan konponen intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )
Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak hanya ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion dalam lemak.
Obat yang seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentuk ion, misalnya ammonium kuaterner atau penisilin, dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke otak dari darah.
Semua obat yang diterima oleh ibu hamil akan masuk ke sirkulasi janin melalui sawar uri yang memisahkan darah ibu dan darah janin, yang tidak berbeda dengan sawar saluran cerna
BIOTRANSFORMASI
Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
Ø  Pada proses biotransformasi :
1)      molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga mudah diekskresi melalui ginjal
2)      pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga proses biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat
3)      ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau lebih toksik
4)      ada obat yang merupakan calon obat ( pro drug ) yang baru aktif setelah mengalami biotransformasi oleh enzim tertentu menjadi metabolt aktif yang selanjutnya akan mengalami biotransformasi lebih lanjut atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir
Ø  Reaksi-reaksi biotransformasi yang terjadi dapat dibedakan atas :
(1)   reaksi fase I
Reaksi fase I ialah : oksidasi, reduksi dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi metabolit lebih polar yang bersifat inaktif, kurang atau lebih aktif dari bentuk aslinya.
(2)   Reaksi fase II
( disebut reaksi sintetik ) : merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi.
Kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa macam reaksi sekaligus atau secara berurutaan menjadi beberapa macam metabolit, tetapi ada obat yang hanya mengalami reaksi fase I atau Fase II saja.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya didalam sel, yaitu :
(1)   enzim mikrosom ( dalam reticulum endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronat, sebagian besar reaksi oksidasi obat, reaksi reduksi dan hidrolisis;
(2)   enzim nonmikrosom , yang mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya ( dengan asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal, glutation atau asam amino ), dan beberapa reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
Sebagian besar biotransformasi obat, asam-asam lemak, hormon-hormon steroid dikatalisis oleh enzim mikrosom hati. Untuk itu obat harus larut dalam lemak agar dapat melintasi membrane sel masuk kedalam reticulum endoplasma dan berikatan dengan enzim mikrosom hati.
Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikroson ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi.
Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakaan parenkhim hati misalnya oleh adanya zat hepatotoksik atau sirosis hepatis. Dalam hal ini, dosis obat yang eliminasinya terutama melalui metabolisme di hati harus disesuaikan atau dosisnya dikurangi. Misalnya :Gangguan kardiovaskuler dan latihan fisik berat akan mengurangi metabolisme obat tertentu di hati.
Pada bayi, terutama bayi prematur, aktivitas enzim metabolismenya ( mikrosom maupun nonmikrosom ) masih rendah, fungsi ekskresi dan sawar darah-otak masih belum sempurna, maka sangat peka terhadap efek toksik obat.
EKSKRESI
Obat dkeluarkan dari tubuh melalui barbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya.
Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari pada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat paru ( tergantung koefisien partisi darah / udara , bila koefisien partisinya kecil, lebih cepat diekskresi)
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting , ekskresi di ginjal merupakan proses filtrasi glomerulus. Glomerulus merupakan jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya. Semua obat yang tidak terikat oleh protein plasma mengalami fitrasi di glomerulus.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal, sehingga dosis perlu diturunkan atau interval pemberian diperpanjang.
Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme menjadi obat yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan mekanisme transport aktif ( dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sufat atau glisin ). Di usus, obat bentuk konjugat dapat langsung diekskresi atau mengalami hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar sehingga dapat diabsorpsi.
kembali ke plasma darah, kembali ke hati , dimetabolisisr, dikeluarkan kembali melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus yang disebut siklus enterohepatik. Siklus enterohepatik menyebabkan kerja obat menjadi lebih panjang.
Ekskresi obat juga bisa melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi dalam jumlah relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Maka dari itu, air liur digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu; rambut juga dapat digunakan untuk menentukan logam toksik, atau arsen
FARMAKODINAMIK
Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya disebut farmakodinamik. ( pengaruh obat terhadap organ-organ tubuh )
Ø  Mekanisme kerja obat yaitu :
  1. Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal ( fisiologi ) tubuh
  2. Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada ( ini tidak berlaku bagi terapi gen )
Ø  Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :
  1. meneliti efek utama obat
  2. mengetahui interaksi obat dengan sel
  3. mengetahui respon khas yang terjadi
  4. Interaksi Obat Dengan Biopolimer
Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asan nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:
(1)   Interaksi tidak khas
adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer. Interaksi ini bersifat reversibel ( terpulihkan ) dan tidak menghasilkan respons biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan fisika-kimia dari struktur badan ( protein jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida, air dan lemak ), misalnya : anestetik umum merubah struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal.
(2)   Interaksi khas.
adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat diamati sebagai respons biologis. Interaksi dengan reseptor dan interaksi dengan enzim biotransformasi, merupakan interaksi khas.
KERJA OBAT
Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
  1. Kerja obat yang diperantara oleh reseptor
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons biologis yang khas untuk obat tersebut. Interaksi antara obat dengan enzim biotransformasi juga merupakan interaksi yang khas karena mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati sebagai respons biologis.
Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat terikatnya obat untuk menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen ( hormon dan neurotransmitor. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein ( misalnya : asetilkolinesterase, Na+ -, K+ -ATP ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat , contohnya untuk obat sitostatika ( pembunuh sel kanker ).
Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat daengan reseptor, misalnya ikatan antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah ( ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen. Hubungannya dengan efek obat dapat digambarkan sebagai berikut :
Hubungan Struktur dan Aktifitas Biologik :
Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan aktifitasnya terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru.

  1. Kerja obat yang tidak diperantara reseptor
Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan reseptor. Mekanismenya ada berbagai cara yaitu :
  1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh
  2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil
  3. Masuk kedalam komponen sel
1. Mekanisme Kerja Obat : Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh :
a. Pengubahan sifat osmotik, contoh :
(1)   obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk;
(2)   obat-obat katartik osmotik atau pencahar ( Mg SO4 )
(3)   gliserol untuk mengurangi udema serebral
b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh
(1)   obat-obat antasida untuk menetralkan asam lambung;
(2)   NH4CL untuk mengasamkan urin;
(3)   Natrium bikarbonat untuk membasakan urin; Asam-asam organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisida topical dalam saluran vagina.
c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan desinfektan ), contoh:
(1)   detergen, merusak integritas membran lipoprotein
(2)   halogen, peroksida dan oksidator lain ( merusak zat organik )
(3)   denaturan, merusak integritas dan kapasitas fungsional membran sel, partikel subseluler dan protein.

d. Gangguan fungsi membran, contoh :
anestesi umum dengan eter, halotan atau metoksifluran, bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga eksitabilitas menurun
2. Mekanisme Kerja : Interaksi dengan molekul kecil atau ion
Dengan Molekul pengkhelat ( chelating agent ), contoh : (1) CaNa2 EDTA. yang mengikat logam Pb menjadi khelat yang inaktif, misal pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada keracunan Pb; (2) Penisilamin, mengikat Cu 2+ bebas ; (3) Dimerkasol untuk keracunan logam-logam berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan lewat ginjal .
3. Mekanisme Kerja : Masuk ke dalam komponen sel
Obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat, sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya : 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.
TERMINOLOGI MENGENAI EFEK OBAT
Spesifisitas dan Selektifitas :
Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.
Obat yang spesifik . bila bekerjanya hanya pada satu jenis reseptor
Obat yang selektif , bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan pada dosis lebih tinggi baru timbul efek yang lain.
Contoh : Klorpromasin, bukan obat yang spesifik karena bekerja pada berbagai jebis reseptor.
Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor muskarinik terdapat di berbagai organ
Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik dan relatif selektif karena memblok reseptor ß2 dan pada dosis terai hanya berefek dibronkhus.
Selain tergantung pada dosis, selektifitas juga tergantung cara pemberian obat, contoh: Salbutamol ( pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus, memblok reseptor ß-2 ), bila diberikan sebagai obat semprot langsung ke saluran napas, maka selektifitasnya akan meningkat.
Sesungguhnya tidak ada obat yang menghasilkan satu efek saja, dan makin banyak efek obat, makin banyak efek sampingnya. Dengan demikian, selektifitas merupakan sifat obat yang penting dalam terapi.

Selektifitas dapat dinyatakan sebagai hubungan antara dosis terapi ( ED ) dengan dosis obat yang menimbulkan efek toksik ( TD ).Hubungan ini disebut juga indeks terapi atau batas keamanan obat ( margin of safety ).
Obat yang ideal, menimbulkan efek terapi pada semua penderita, tanpa menimbulkan efek toksik pada satu orang penderita pun. Oleh karena itu indeks terapinya dinyatakan sebagai berikut :
                        TD 1
Indeks terapi = ______ = ≥ 1
                       ED 99
Dapat dinyatakan bahwa untuk obat yang ideal, dosis toksiknya harus lebih besar dari dosis terapinya dan dosis toksisnya paling banyak hanya boleh menimbulkan kematian 1 % dari responden.
Pada umumnya, indeks terapi obat dinyatakan dalam rasio berikut:

                             TD 50 LD 50
Indeks Terapi = -------- = ---------
                             ED 50 ED 50

Indeks terapi hanya berlaku untuk satu efek, maka obat yang mempunyai beberapa efek terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Contoh : Aspirin mempunyai efek analgetik dan antirheumatik. Indeks terapi atau batas keamanan obat aspirin sebagai analgetik lebih besar dibandingkan dengan indeks terapi sebagai antireumatik karena dosis terapi antireumatik lebih besar dari dosis analgetik.
Meskipun perbandingan dosis terapi dan dosis toksik sangat bermanfaat untuk suatu obat, namun data demikian sulit diperoleh dari penelitian klinik.( sulit mendapatkan responden yang bersedia untuk uji klinik ). Maka dari itu selektifitas obat dinyatakan secara tidak langsung yaitu diperhitungkan dari data : (1) pola dan insiden efek samping yang ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2) persentase penderita yang menghentikan obat atau menurunkan dosis obat akibat efek samping.
Harus diingat bahwa gambaran atau pernyataan bahwa obat cukup aman untuk kebanyakan penderita, tetapi tidak menjamin keamanan untuk setiap penderita karena selalu ada kemungkinan timbul respons yang menyimpang. Contohnya : penisilin dapat dinyatakan aman untuk sebagian besar penderita tetapi dapat menyebabkan kematian untuk penderita yang alergi terhadap obat tersebut.
Ø  Respons individu terhadap obat sangat bervariasi, yaitu dapat berupa :
(1)   Hiperaktif ( dosis rendah sekali sudah dapat memberikan efek )
(2)   Hiporeaktif ( untuk mendapatkan efek, memerlukan dosis yang tinggi sekali )
(3)   Hipersensitif ( orang alergi terhadap obat tertentu )
(4)   Toleransi ( untuk mendapatkan efek obat yang pernah di konsumsi sebelumnya, memerlukan dosis yang lebih tinggi )
(5)   Resistensi ( efek obat berkurang karena pembentukan genetik )
(6)   Idiosikrasi ( efek obat yang aneh , yang merupaka reaksi alergi obat atau akibat perbedaan genetik )
Ø  Aksi Obat Dapat Melalui Beberapa Cara :
  1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel
  2. Mengadakan campur tangan aktifitas seluler dari sel asing terhadap sel tuan rumah, misalnya pemberian antibiotik untuk membunuh sel bakteri; pemberian obat untuk membunuh sel kanker.( obat-obat kemoterapi )
  3. Merupakan terapi pengganti, misalnya pemberian suplemen Kalium, pemberian hormon atau vitamin untuk mencapai dosis fisiologis sehingga diperoleh aksi.

Ø  Penggunaan Obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek, yaitu :
  1. Efek terapi ( utama ).
Terapi obat dapat bertujuan untuk : (a) terapi kausal ; (2) terapi simtomatik dan (3) terapi substitusi
  1. Efek samping
adalah efek yang tidak diinginkan, atau efek obat yang tidak termasuk kegunaan terapi, misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah sebagai analgesik, tapi mempunyai efek samping depresi pernapasan dan konstipasi
.
  1.  Efek teratogen
Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat pada janin, misalnya : tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-bentuk lain yang tidak normal.
  1. Efek toksik :
Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang berlebih
  1. Idiosinkrasi :
Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.
  1. Fotosensitisasi :
Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan obat, misalnya penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.

EFEK OBAT PENGULANGAN ATAU PENGGUNAAN OBAT YANG LAMA

1. Hipersensitif :
Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons abnormal terhadap obat dimana pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang timbul antibodi.
2. Kumulasi :
Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan obat, dimana obat diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.
3. Toleransi :
Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga untuk memperoleh respon yang sama , dosis harus diperbesar
4. Takhifilaksis :
Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula tidak terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar.
5. Habituasi :
Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a) selalu ingin menggunakan obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang merugikan pada suatu individu.
5. Adiksi :
Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria : (a) ada dorongan untuk selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.; (d) merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
6. Resistensi terhadap bakteri :
Pada penggunaan antibiotik untuk infeksi oleh bakteri, dapat terjadi obat tidak mampu bekerja lagi untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri tertentu.

EFEK PENGGUNAAN OBAT CAMPURAN
Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek : (1) Adisi; (2) Sinergis; (3) Potensiasi; (4) Antagonis dan (5) Interaksi.
1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah
2. Sinergis :
Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama ,memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang diberikan secara terpisah
3. Potensiasi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama, memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing secara terpisah.
4. Antagonis :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek dari obat yang l
5. Interaksi obat :
Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b) Kompetisi untuk mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi enzim ( menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat dibiotransformasi dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya, sehingga memperkuat kerja obat lain ).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSI OBAT :
1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :
(a) yang memberikan efek sistemik : - oral; sublingual; bukal;-parenteral;- implantasi subkutan; rektal;
(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion ; - obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar