macam-macam obat
A. Analgetik
(anti nyeri)
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah
zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Hampir semua analgetik ternyata memiliki efek antipiretik (penurun
panas) dan anti inflamasi (anti radang / anti bengkak).
Mekanisme
kerja
Mekanisme kerja obat analgetik
merupakan sebuah mekanisme fisiologis tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat
analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan
obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga
aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak
terjadi. Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati
reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan
pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.
Prostaglandin merupakan hasil
bentukan dari asam arakhidonat yang mengalami metabolisme melalui
siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini akan menimbulkan gangguan dan
berperan dalam proses inflamasi, edema, rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema
lokal). Selain itu juga prostaglandin . meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf
terhadap suatu rangsangan nyeri (nosiseptif).
Enzim siklooksigenase (COX) adalah
suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat.
Obat AINS memblok aksi dari enzim COX yang menurunkan produksi mediator
prostaglandin, dimana hal ini menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia,
antiinflamasi) maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan
perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously
dan constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan
inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, parenkim ginjal
dan platelet. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti agregasi
platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2
bersifat inducible dan diekspresikan terutama pada tempat trauma (otak dan
ginjal) dan menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi
COX-2 yang transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan
mungkin penting dalam sensitisasi sentral.
Rasa nyeri dapat dibedakan menjadi 3
kategori :
·
Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri
otot nyeri haid), dapat diatasi dengan asetosal, paracetamol, bahkan placebo
·
Nyeri
sedang (sakit punggung, migraine, rheumatic) memerlukan analgesic perifer kuat
·
Nyeri
hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker), harus
diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik.
Analgesik di bagi menjadi 2
yaitu:
a. Analgesik
Opioid/analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan
obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker.
Analgetik opiad merupakan golongan obat yang
memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opioid yaitu
menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik.
Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri
yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat
(SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman
(euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan
sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Efek
samping : mual, muntah, konstipasi,
adiksi, pada over dosis menimbulkan keracunan
Penggolongan analgesik narkotik :
·
Alkaloida alam : morfin, codein
·
Derivate semi sintesis : heroin
·
Derivate sintetik : metadon, fentanil
·
Antagonis morfin : narlofin, naloxon, pentazocin
1. Morfin
Indikasi :
analgesic sentral selama dan setelah pembedahan, analgesic pada situasi lain
2.
Kodein
- Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya
disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
- Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor
- Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis
yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.
3.
Methadon
- Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.
- Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien
yang di rumah sakit.
- Efek tak diinginkan:
* Depresi pernapasan
* Konstipasi
* Gangguan SSP
* Hipotensi ortostatik
* Mual dam muntah pada dosis awal
4.
Fentanil
- Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil
kemungkinannya.
- Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.
- Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya.
Rigiditas otot, bradikardi ringan.
5.
Tramadol
Indikasi : nyeri sedang
sampai berat
b. Analgesik
Nonopioid/ Perifer
Obat-obatan
dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase
(COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin.
Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya
tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Jadi
pembentukan prostaglandin dari enzim COX dihalangi oleh obat ini agar tidak
dihasilkan rasa nyeri.
Efek
samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek
samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis
besar.
Adapun
obat-obat yang tergolong ini adalah: (nama generic)
Acetaminophen,
Aspirin, Celecoxib ,Diclofenac ,Etodolac ,Fenoprofen ,Flurbiprofen Ibuprofen
,Indomethacin ,Ketoprofen ,Ketorolac ,Meclofenamate ,Mefanamic acid Nabumetone
,Naproxen ,Oxaprozin ,Oxyphenbutazone ,Phenylbutazone ,Piroxicam Rofecoxib
,Sulindac ,Tolmetin
Deskripsi
Obat Analgesik Non-opioid
1.
Golongan Salicylates
Contoh
Obatnya : Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat
biosintesis prostaglandin. Kerja obat ini menghambat enzim siklooksigenase agar
tidak menghasilkan prostaglandin, berarti bahwa obat ini bekerja sebagai
inhibitor enzim siklooksigenase.
2. Golongan paraAminophenol
Contoh
Obatnya : Acetaminophen (paracetamol). Obat ini menghambat prostaglandin
yang lemah pada jaringan perifer. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai
sedang seperti nyeri kepala,mialgia,nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. efek
samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar
dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
3.
Golongan
Pirazolon
Contoh obatnya fenilbutazon sebagai
analgesic antipiretik juga dapat digunakan untuk arthritis rheutamtoid
2. Golongan antranilat (asam mefenamat)
Memiliki efek samping iritasi mukosa
lambung dan gangguan saluran cerna
Selain itu
masih terdapat contoh lainnya seperti
- Fenamates Contoh Obatnya : Meclofenamate
(Meclomen)
- Arylpropionic Acid Derivatives Contoh Obatnya : Ibuprofen
(Advil),
- Pyrazolone Derivatives Contoh Obatnya : Phenylbutazone
(Butazolidin) untuk pengobatan
- Oxicam Derivatives Contoh Obatnya : Piroxicam
(Feldene),
- Acetic Acid Derivatives Contoh Obatnya : Diclofenac
(Voltaren)
- Miscellaneous Agents Contoh Obatnya : Oxaprozin
(Daypro)
Obat Anti Pendarahan
Obat anti perdarahan disebut juga
hemostatik. Hemostatis merupakan proses penghentian perdarahan pada pembuluh
darah yang cedera. Jadi, Obat haemostatik (Koagulansia ) adalah obat yang
digunakan untuk menghentikan pendarahan.
Dalam
proses hemostasis berperan faktor-faktor pembuluh darah (vasokonstriksi),
trombosit (agregasi), dan faktor pembekuan darah Mekanisme
Pembekuan Darah :
Secara
garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap yaitu :
1.
aktivasi tromboplastin
2.
pembentukan trombin dari protrombin
3.
pembentukan fibrin dari fibrinogen
Perdarahan
dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor pembekuan darah dan dapat pula
akibat defisiensi banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan
diobati. Defisiensi atau factor pembekuan darah dapat diatasi dengan memberikan
factor yang kurang yang berupa konsentrat darah manusia. Perdarahan dapat pula
dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan factor-faktor
pembentukan darah misalnya vitamin K atau yang menghambat mekanisme fibrinolitik
seperti asam aminokaprot.
1. Obat hemostatik lokal
Yang
termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan mekanisme hemostatiknya.
a. Hemostatik serap
1.
Mekanisme kerja
Hemostatik
serap ( absorbable hemostatik ) menghentikan perdarahan dengan pembentukan
suatu bekuan buatan atau memberikan jalan serat - serat yang mempermudah bila
diletakkan langsung pada pembekuan yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan
asing trombosit akan pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan
darah.
2. Indikasi
: hemostatik
Golongan
ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari pemubuluh darah kecil
saja m\isalnya kapiler dan tidak efektif untuk menghentikan perdarahn arteri
atau vena yang tekanan intra vaskularnya cukup besar.
3. Contoh
obat
Antara
lain spon, gelatin, oksi sel ( seluloisa oksida ) dan busa fibrin
insani (Kuman fibrin foam ). Spon, gelatih, dan oksisel dapat digunakan sebagai
penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidsk
memerlukan penyingkiran tang memungkinkan perdarahn ulang seperti yang terjadi
poada penggunaaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua zat
diperlukan waktu 1- 6 jam. Selulosa oksida dapat memperngaruhi regenerasi
tulang dan dapat mengakibatkan pembentuksan kista bila digunakan jangka panjang
pada patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi, selulosa
oksida tidak dianjurkan intuk digunakan dalam jangka panjang. Busa fibrin
insani yang berbentuk spon, setah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapta
menutup permukaan yang berdarah.
b. Astrigen
1. Mekanisme
kerja :
Zat
ini bekerja local dengan mengedepankan protein darah sehingga perdarahan dapat
dihentikan sehubungan dengan cara penggunaanya, zat ini dinamakan juga styptic.
2. Contoh
Obat :
Antara
lain feri kloida, nitras argenti, asam tanat.
3. Indikasi
:
Kelompok
ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif
bila dibandinbgkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.
bila dibandinbgkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.
c. Koagulan
1. Mekanisme
kerja
Kelompok
ini pada penggunaan lopkal menimbulkan hemostatid dengan 2cara yaitu dengan
mempercepat perubahan protrombin menjadi trombindan secara langsung
menggumpalkan fibrinogen. Aktifitor protrombin,ekstrak yang mengandung
aktifator protrombin dapat dibuat antara laindari jaringan ortak yang diolah
secara kering dengan asetat. Beberaparacun ular memiliki pula aktifitas
tromboplastin yang dapat menimbulkan pembekuan darah. Salah satu conto adalah
russell’s vipervenomnyang sangat efektif sebagai hemostatik local dan dapat
digunakan umpamanyta untuk alveolkus gigi yang berdarah pada pasienhemofilia.
2. Cara
pemakaian
Untuk
tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1% dan ditekankan pada
alveolus sehabis ekstrasi gigi. TRombin zat ini tersedia dalam bentuk bubuk
atau larutan untuk penggunaaan lokal. Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV,
sebab segara menimbiulkan bahaya emboli.
d. Vasokonstriktor
1. Indikasi
Epinetrin
dan norepinetrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan
perdarahan kapiler suatu permukaan.
2. Cara
pemakaian
Cara
penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan larutan
1: 1000 tersebut pada permukaan yangberdarah. Vasopresin, yang dihasilkn oleh
hipofisis, pernah digunakan untuk mengatasi perdarahan pasca bedah perslinan.
Perkembangan terahir menunjukkan kemungkinan kegunaanya kembali bila
disuntikkan langsung ke dalam korpus uteri untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan selama operasi korektif ginekolog.
2.
Hemostatik
sistemik
Pendarahan
yang disebabkan oleh defisiensi factor pembekuan darah . dapat diatasi denagn
memberikan factor pembekuan darah yang kurang tersebut.
a. Carbazochrome,
merupakan obat hemostatik yang diindikasikan untuk
- Perdarahan
karena penurunan resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilitas
kapiler.
- Perdarahan
dari kulit, membran mukosa dan internal.
- Perdarahan
sekitar mata, perdarahan nefrotik dan metroragia.
- Perdarahan
abnormal selama dan setelah pembedahan karena menurunnya resistensi
kapiler.
b.
Asam Traneksamat
Merupakan
obat hemostatik yang merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen
dan penghambat plasmin. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan
berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Obat
ini menpunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan asam
aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek sampning yang
lebih ringan. Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna,
sampai 40% dari 1 dosis oral dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui
urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui sawar uri.
aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek sampning yang
lebih ringan. Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna,
sampai 40% dari 1 dosis oral dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui
urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui sawar uri.
c.
Human
fibrinogen
Digunakan
bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam darah penderita
d.
Vitamin
K
merangsang
pembentukan darah
c. anti anemia
A. Definisi anemia dan anti anemia
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel
darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit)
per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan
pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa
dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan
laboratorium.
Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
B. Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat,
maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung
pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka
lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak
(30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder
hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi
tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada
kerja jasmani berat.
d. Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena
itu menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan
dari sela-sela jaringan, dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital
(deGruchy, 1978 ).
C. Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak
sekali. Tiap-tiap komponenini bila mengalami cacat atau kelainan, akan
menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, seingga sel ini tidak berfungsi sebagai
mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada
umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang
menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis
protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang
disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitukekurangan salah satu zat gizi. Anemia
karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel
tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah
hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya,
mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan
menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia
karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang
terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk
mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat
mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak
dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah
besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D.Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. sakit kepala, dan mudah marah
3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap
infeksi
4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti
sendok dan rapuh, pecahpecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu
dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna
kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkanWarna kuku, telapak
tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik
guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh
kecepatan aliran darah yangmeningkat) menggambarkan beban kerja dan curah
jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua
dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada
anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang
kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung
yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman
O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat
menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia
yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan
dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.Klasifikasi anemia
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel
darah merah serta indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi
anemia menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a. Menurut ukuran sel darah merah
Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal),
anemia mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik (ukuran
sel darah merah besar).
b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia
hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik
(kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
v Anemia Normositik Normokrom.
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
v Anemia Makrositik Normokrom.
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih
besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal
ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA
seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga
terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu
metabolisme sel.
v Anemia Mikrositik Hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia
menurut etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel
darah merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia
hemolitika).
a. Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu
yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang
adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh
kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena
kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia
hipoproliferatifa ditemukan pada :
1) Anemia aplastik
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum
tulang, sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan
platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang
dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman)
dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi
komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit
dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia
aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan
tranfusi darah yang periodik.
2) Anemia pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea
darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30 %.
Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritropoetin.
3) Anemia pada penyakit kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan
dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan
warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum
atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan
ini meliputi arthritis reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan
berbagai keganasan.
4) Anemia defisiensi-besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis
diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan
kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan
besi tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab anemia
tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata
mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah
perdarahan pada penyakit tertentu (misalnya : ulkus, gastritis, tumor pada
saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause (menorhagia).
Menurut Pagana (1995), pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular
rata-rata(Mean Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan
hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau MCH)
menurun.
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi
dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk
menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan
hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan
susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin
dalam dosis besar.
5) Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan
asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel
darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia
pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang
mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan
melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu vitamin
B12 sangat penting untuk sintesadeoxyribonucle ic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat,
biasa terjadi pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan
makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.
Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang
tua dengan malnutrisi, pecandu alkohol atau pada remaja dan pada kehamilan
dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan
laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan
hipertiroidisme.
Pengobatan anemia megaloblastik bergantung pada
identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah
memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan
vitamin B12.
b. Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang
memendek. Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan
memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan
normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu
1. Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah kecil dan
splenomegali.
2. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat
adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia
sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter
resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang
disebabkan oleh Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah
yang cepat (hemolisis).
Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak
sempurna menjadi cacat kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi
melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat
sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup
selama 15-21 hari.
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa Anti anemia adalah suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang
bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan meningkatkan
volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses pembentukan SDM.
F.Macam-macam Obat Anti Anemia
Seperti halnya penyakit lain, pengobatan anemia juga
harus ditujukan pada penyebab terjadinya anemia. Misalnya anemia yang disebabkan
oleh perdarahan pada usus maka perdarahan itu harus kita hentikan untuk
mencegah berlanjutnya anemia. Jika memang diperlukan, operasi dapat dilakukan
pada keadaan tertentu.
Suplemen besi diperlukan pada anemia yang disebabkan
oleh karena kekurangan zat besi. Pemberian suntikan vitamin B12 diperlukan
untuk mengkoreksi anemia pernisiosa. Transfusi darah merupakan pilihan untuk
anemia yang disebabkan oleh perdarahan hebat.
Adapun beberapa obat anemia, diantaranya :
1. TABLET BESI ( fe )
Zat besi merupakan mineral yang di perlukan oleh semua
sistem biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis
hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen
enzim-enzim tertentu yang di perlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang
terlibat dalam respirasi sel. Besi di butuhkan untuk produksi hemoglobin ( hb
), sehingga defisiensi fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang
lebih kecil dengan kandungan hb yang rendah dan menimbulkan anemia hipokronik
mikrositik.
a.Cara kerja
Distribusi dalam tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g fe yang hampir
seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari fe
yang terdapat dalam tubuh merupakan fe fungsional atau esensial, dan 30%
merupakan fe yang nonesensial.
b.Farmakokinetik
Absorpsi
Absorpsi fe melalui saluran cerna terutama berlangsung
di duodenum dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin berkurang.
Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel
mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorpsi
akan di ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk
kedalam plasma dengan perantara transferin, atau si ubah menjadi feritin dan di
simpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak fe di ubah menjadi feritin.
Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka fe yang baru di serap akan
segera di angkut dari sel mukosa ke sum-sum tulang untuk eritropoesis.
Distribusi
Setelah di absorpsi, fe dalam tubuh akan di ikat dalam
transferin ( siderofilin ), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian
di angkut ke beberapa jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot fe
Metabolisme
Bila tidak digunakan untuk eritropoesis, fe meningkat
suatu protein yang di sebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan
terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial ( di
hati, limpa dan sumsum tulang ). Cadangan ini tersedia untuk di gunakan oleh
sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10% di antaranya terdapat dalam labile
pool yang cepat dapat dikerahkan untuk prose ini, sedangkan sisanya baru di
gunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat dalam parenkim jaringan
tidak dapat di gunakan untuk eritropoesis.
Bila fe diberikan IV , cepat sekali di ikat oleh
apoferitin ( protein yang membentuk feritin ) dan di simpan terutama di dalam
hati. Sedangkan setelah pemberian per oral terutama akan di simpan di limpa dan
sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam
hati dan limpa. Penimbunan fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat
transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat fe dalam
jumlah berlebihan yang di ikuti absorpsi yang berlebihan pula.
Eksresi
Jumlah fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali,
biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel
epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat,
urin, feses, serta kuku dan rambut yang di potong. Pada proteinuria jumlah yang
di keluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas.
Pada wanita usia subur dengan siklus haid 26 hari. Jumlah fe yang diekskresikan
sehubungan dengan haid di perkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.
c.Indikasi
Sediaan fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan
pengobatan anemia defisiansi fe penggunakan diluar indikasi ini, cenderung
menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi fe
paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi
misalnya pada wanita hamil ( terutama multipara ) dan pada masa pertumbuhan,
karena kebutuhan yang meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi fe.
Sebagai pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia
defisiensi fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel
retikuloendotelial sumsum tulang
d.Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa
intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah fe
yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul
dapat berupa mual dan nyeri lambung (± 7-20% ), konstipasi (± 10% ), diare (±
5% ) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat di kurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan cara ini diabsorpsi dapat berkurang. Perlu
diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada pasien.
Pemberian fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal
pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat
suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan
lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibanding IV , selain itu dapat
pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapt
terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan
sendi, hemolisis, takikardia, flushing, berkeringat, mual, muntah,
bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi, sedangkan reaksi yang
lebih sering timbul dalam ½-24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam,
menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, rasa sakit pada seluruh badan dan
ensefalopatia. Reaksi sistemik ini lebih sering terjadi pada pemberian IV,
demikian pula syok atau henti jantung.
e.Dosis
Sediaan oral besi dalam bentuk fero paling mudah
diabsorpsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk
berbagi garam fero seperti fero sulfat, fero glikonat, dan fero fumarat. Ketiga
preparat ini umumnya efektif dan tidak mahal. Tidak ada perbedaan absorpsi di
antar garam-garam fe ini. Jika da, mungkin disebabkan oleh perbedaan
kelarutannya dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, tartrat, karbonat,
pirofosfat, ternyata fe sukar diabsorpsi: demikian pula sebagai garam feri (
Fe3+ ).
yang perlu diingat dalam meminum pil atau tablet Fe
yaitu :
• Diminum sesudah makan malam atau menjelang tidur
• Hindari minum dengan air teh, kopi dan susu karena
dapat menganggu proses penyerapan.
• Hendaknya meminum dengan vitamin c misalnya dengan
air jeruk
• Segera minum pil setelah rasa mual, muntah
menghilang.
2. VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
a.Indikasi
anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total
dan pemotongan usus, defisiensi vitamin B12.
b.Farmakokinetik
Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah
pemberian IM dan SK . Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam
setelah suntikan IM. Hidroksokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi,
agaknya karena ikatanya yang lebih kuat dengan protein . absorpsi per oral
berlangsung lambat di ileum; kadar puncak di capai 8-12 jam setelah pemnerian 3
mg. Absorpsi ini berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan perantaraan faktor
instrinsik castle (fic) dan absorpsi secara langsung
Distribusi
Setelah di absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam
darah terikat dengan protein plasma sebagian besar terikat pada beta-globulin (
transkobalamin II),Sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I)
dan inter-alfa-glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12 Yyang terikat
pada transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar normal vitamin
B12 dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam
hepar.
Metabolisme & Ekskresi
Baik sianokobalamin maupun hidrosokobalamin dalam
jaringan dan darah terikat oleh protein . seperti halnya koenzim B12, ikatan
dengan hidroksokobalamin lebih kuat sehingga sukar diekskresi melalui urin. Di
dalam hati ke dua kobalamin tersebut akan di ubah menjadi koenzim B12.
Pengurangan jumlah kobalamin dalam tubuh di sebabkan oleh ekskresi melalui
saluran empedu; sebanyak 3-7mg sehari harus di reabsorbsi dengan perantaraan
FIC. Ekskresi bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat pritein.80-90%
vitamin B12 akan diretensi dalam tubuh bila di berikan dalam dosis sampai 50mg;
dengan dosis yang lebih bersar, jumlah yang diekskresi akan lebih banyak . jadi
bila kapasitas ikatan protein dari hati, jaringan dan darah lebih jenuh,vitamin
B12 bebas akan di keluarkan bersama urin sehingga tidak ada gunanya memberikan
vitamin B12 dalam jumlah yang terlalu besar.
Vitamin B12 dapat menembus sawar uri dan masuk kedalam
sirkulasi bayi.Dosis sianokobalamin untuk pasien anemia permisiosa tergantung
dari berat anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan.
Secara garis besar cara penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif dan
terapi penunjang.
c. Dosis
• Per oral: untuk defisiensi B12 karena faktor asupan
makanan: dewasa 50-150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari,
1-3x/hari
• Injeksi intramuskular: dosis awal 1mg, diulang 10x
dengan interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan.
Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid 35 microgram/5
ml, injeksi 1 mg/ml.
3. ASAM FOLAT
Asam folat ( asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri
atas bagian-bagian pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari
penelitian
Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan
dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah
rusak dengan pengolahan ( pemasakan ) makanan.
a.Farmakokinetik
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali,
terutama di 1/3 bagian proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil,
absorpsi memerlukan energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat
berlangsung secar difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi
folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai PmGA.
b.Indikasi
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan
dan pengobtan defisiensi folat harus di ingat bahwa penggunaan secara
membabibuta pada pasien anemia pemisiosa dapat merugikan pasien, sebab folat
dapat memperbaiki kelainan darah pada anemia pemisiosa tanpa memperbaiki
kelainan neurologi sehingga dapat berakibat pasien cacat seumur hidup
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan
dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan
asupan asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat adanya hubungan
kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek neural tube,
seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil
membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per hari suplementasi asam
folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens
defek neuran tube.
Efek toksik pada penggunaan folat untuk manusia hingga
sekarang belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan pada tikus, dosis tinggi
dapat menyebabkan pengendapan kristal asam folat dalam tubuli ginjal. Dosis 15
mg pada manusia masih belum menimbulkan efek toksik.
c.Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan
komplikasi yang ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan
tidak memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per
oral selam 10 hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien
defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru
memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
4. ERITROPOIETIN
Eritropoietin, suatu gliko protein dengan berat
molekul 34-39 DA, merupakan factor pertumbuhan hematopoietic yang pertama kali
diisolasi.Eritropoietin merupakan factor pertumbuhan sel darah merah yang
diproduksi terutama oleh ginjal dalam sel peritubuler dan tubuli
proksimalis.Dalam jumlah kecil eritropoietin juga diproduksi oleh hati.untuk
kepentingan pengobatan eritripoietin diproduksi sebagai rekombinan eritropoetin
manusia yang disebut epoetin alfa. secara medis, obat antianemia yang mengandung
EPO dapat meningkatkan daya ingat.
Farmakodinamik
Eritroproetin,berinteraksi dengan reseptor
eritropoietin pada permukaan sel induk sel darah merah, menstimulasi poloferasi
dan diferensiasi eritroit. Eritropoietin juga menginduksi pelepasan retikulosis
dari sumsum tulang. Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon
terhadap hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi
lebih banyak olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah.
Farmakokinetik
Setelah pemberian intravena masa paru eritropoietin
pada pasien gagal ginjal kronik sekirar 4-13 jam. Eritropoietin yang
dikeluarkan melalui dialisis. Darbopoietin alfa merupakan eritropoietin bentuk
glikolisasi memiliki masa paru 2-3 kali eritropoietin.
Indikasi
Eritropoietin terutama di indikasikan untuk anemia
pada pasien gagal ginjal kronik. Pada pasien ini pemberian eritropoietin
umumnya meningkatkan kadar hematokrik dan hemoglobin, dan
mengurangi/menghindkan kebutuhan transfusi. Peningkatan jumlah retikulosit
umumnya terlihat dalam sekitar 10 hari, dan peningkatan kadar hematokrik dan
hemoglobin dalam 2-6 minggu. Pada kebanyakan pasien kadar hematokrik sekitar
35% dapat dipertahankan dengan pemberian eritropoietin 50-150 IU/Kg secara
intravena atau subkutan 3 kali seminggu. Pemberian secara subkutan umumnya
lebih disenangi karena absorpsinya lebih lambat dan jumlah yang dibutuhkan
berkurang 20-40%. Respons pasien dialisis terhadap pemberian eritropoietin
tergantung pada beratnya kegagalan ginjal, dosis eritropoietin dan cara
pemberian, serta keberadaan besi. Kegagalan respons paling sering disebabkan
oleh adanya difisiensi, yang dapat di atasi dengan pemberian preparat besi
secara oral. Pasien yang mendapat eritropoietin harus di monitor ketat, dan
dosis perlu di sesuaikan agar peningkatan hematokrik terjadi secara bertahap
untuk mencapai 33-36% dalam waktu 2-4 bulan. Kadar hematokrit yang dicapai
dianjurkan tidak melebihi 36% untuk menghindari kemungkinan infark miokard.
Umumnya pasien anemia akibat gangguan primer atau
sekunder pada sumsum tulang kurang memberikan respons terhadap pemberian
eritropoietin. Respons paling baik bila kadar eritropoietin kurang dari 100
IU/L. Umumnya untuk pasien ini di butuhkan dosis lebih tinggi, sekitar 150-300
IU/L tiga kali seminggu dan responsnya biasanya tidak terlalu baik.
Efek samping
Yang paling sering adalah bertambah beratnya
hipertensi yang dapat terjadi pada sekitar 20-30% pasien dan paling sering
akibat peningkatan hematokrit yang terlalu cepat. Meskipun masih kontroversial
dilaporkan peningkatan tendensi trombosit pada pasien dialisis.
OBAT LAIN
• RIBOFLAVIN
Berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme
flavo-protein dalam pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin
dapat memperbaiki anemia normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi riboflavin
banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor
defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan
cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
• PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang
merangsang pertumbuhan Heme. Defesiensi piridoksin akan menimbulkan anemia
mikrositik hipokromok.pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia
normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam
precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia
Megaloblastik.Pada keadaan ini arbsorbsi Fe meningkat, Fe-binding protein
menjadi jenuh dan terjadi hiperperemia, sedangkan daya rergenerasi darah
menurun.Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
• KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin
dan eritrosit pada beberepa pasien dengan anemia refrakter, seperti yang
terdapat pada pasien talasimea, infeksi kronik atau penyakit ginjal,tetapi
mekanisme yang pasti tidak diketaui. Kobal merangsang pembentukan eritropoietin
yang berguna untuk meningkatkan pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi
ternyata pada pasien anemia refrakter kadar eritropoietin sudah
tinggi.Penyelidikan lain mendapatkan bahwa Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel
sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis
besar justru menekan pembentukan eritrosit.
Adapun beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan
anemia, diantaranya sebagai berikut :
1.IRON DEXTRAN ( imferon )
Mengandung 50 mg fe setiap mL (larutan 5%) untuk
penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih
cepat dari pada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung
berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg fe untuk setiap gram kekurangan hb.
Pada hari pertama disuntukkan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari
atu beberapa hari sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m.
Gluteus dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.
a.Indikasi
Intravena atau intramuskular suntikan dekstran besi
yang ditunjukkan untuk perawatan pasien dengan defisiensi zat besi yang tidak
dapat diberikan secara oral.
b.Dosis dan Administrasi
Besi oral harus dihentikan sebelum administrasi INFeD.
c.Dosis
Untuk memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV,
Dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan
bertahan untuk 2-3 hari tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan
perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
d.Efek samping
Efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter atau
ahli kesehatan sesegera mungkin:
• reaksi alergi seperti ruam kulit , gatal atau
gatal-gatal , pembengkakan wajah, bibir, atau lidah,
• bibir biru, kuku, atau kulit,
• gangguan pernapasan,
• perubahan tekanan darah,
• nyeri dada,
• takikardi,
• perasaan pusing, atau jatuh pingsan,
• demam atau kedinginan,
• nyeri otot atau nyeri sendi,
• nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan atau kaki,
• kejang.
Efek samping yang biasanya tidak memerlukan perhatian
medis (laporkan ke dokter atau ahli kesehatan jika gejala menetap atau
mengganggu):
• diare
• sakit kepala
• iritasi didaerah suntikan
• mual, muntah
• sakit perut
·
ARTOFERUM
a.Indikasi
Anemia (kekurangan zat besi) & sebagai
sebuah pencegahan, pengobatan, dan sumber vitamin dan mineral bagi
negara-negara kekurangan.
b.Cara Penggunaan
1 kaplet sehari-hari, atau seperti yang ditentukan
oleh dokter.
.
·
EMINETON
membantu mengurangi gejala anemia
a.Komposisi & Informasi nilai gizi
Takaran saji: 1 tablet (620 mg) Jumlah sajian per
kemasan : 100 % AKG
Ferrous Fumarate 90 mg
Cupric Sulfate 0,35 mg
Cobaltous Sulfate 0,15 mg
Manganese Sulfate 0,05 mg
Pyridoxine Hydrochloride 0,192 mg
Cyanocobalamine 5 mCg
AscorbicAcid 60 mg
dl - a - Tocopherol Acetate 5 mg
FolicAcid 400 meg
Calcium Phosphate, Dibasic 60 mg
e. *AKG berdasarkan pada diet 200 Kcal Farmakologi :
EMINETON adalah tablet yang mengandung zat besi
organik (Ferrous Fumarate) dalam dosis terapeutik dengan kombinasi mangan,
tembaga, asam askorbat, vitamin B, kalsium, vitamin E dan asam folat, sehingga
sangat membantu mempercepat proses pembentukan sel-sel darah. Dapat digunakan
untuk menghilangkan gejala anemia dan kurang gizi pada segala tingkat usia.
b.Indikasi
Untuk membantu mengurangi gejala anemia karena
kekurangan zat besi.
c.Efek samping
Pemakaian EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan
gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
d.Peringatan dan perhatian
Ada kemungkinan timbul faeces berwarna hitam setelah
makan obat ini.
e.Dosis dan cara pemakaian :
Dewasa : 1 - 2 tablet / hah pada waktu atau sesudah
makan.
Anak-anak : 1 tablet / hari pada waktu atau sesudah
makan.
·
FERCEE kapsul
Tiap kapsul FERCEE terdiri atas :
Besi (II) Fumarat 275,0 mg
Asam askorbat 100,0 mg
Natrium Dioktilsulfosuksinat 20,0 mg
Dalam bentuk pelepasan yang diperlambat
a.Indikasi
Penyakit kurang darah, yang esensial dan sekunder yang
disebabkan oleh kekurangan zat besi, penyakit kurang darah yang disebabkan oleh
pendarahan, masa akil balik, masa hamil dan pada anak-anak.
b.Dosis
Kecuali bila dianjurkan lain oleh dokter, satu kapsul
tiap hari sesudah makan pagi - bila perlu dapat sampai 2 kapsul tiap hari.
c.Kontra indikasi :
• Terapi besi kontra indikasi untuk pasien dengan iron
storage disease atau pasien yang oenderung kearali penyakit tersebut yang
disebabkan oleh chronic hemolytic anemia (seperti anomali keturunan dari
struktur/sintesa hemoglobin dan/atau defisiensi enzim darah merah).
• Anemia oleh kekurangan Piridoksina Hidroklorida.
• Sirosis hati.
d.Efek samping
Reaksi sensittvitas dan gangguan saluran pencernaan
dapat terjadi.
e.Peringatan dan Perhatian
• Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
• Untuk anemia yang disebabkan oleh kekurangan besi
yang disebabkan oleh pengeluaran darah yang berlebihan, maka harus diobati
dahulu sebab dari pengeluaran darah tersebut.
• Pemberian jangka panjang dari garam besi dapat
menyebabkan iron storage disease
Tidak ada komentar:
Posting Komentar