Pemeriksaan dokter akan menentukan apakah janin masih
“aman” untuk tetap tinggal di dalam rahim atau sebaliknya. Umumnya setelah
ketuban pecah, dokter akan memantau kondisi ibu dan janin. Bila ditemukan air
ketuban yang banyak dan jernih, berarti keadaan janin masih baik. “Ibu hamil
bisa mempertahankan kehamilannya,” jelas Wahyudi.
Langkah selanjutnya dilakukan terapi. Jika kehamilan
kurang dari 38 minggu akan dilakukan metode konservatif. Ibu hamil diwajibkan
istirahat, dibantu dengan pemberian obat-obatan yang tidak menimbulkan
kontraksi, biasanya melalui infus.
Bila si bayi belum cukup besar, dokter akan memberikan
obat-obatan untuk mematangkan paru-parunya agar jika terpaksa dilahirkan, janin
sudah siap hidup di luar rahim ibunya. Kecuali itu, ibu pun akan diberi
antibiotika untuk mencegah infeksi.
Umumnya cara ini berhasil dilakukan. Melalui bed rest,
air ketuban dicegah keluar dalam jumlah lebih banyak. Sementara itu, lapisan
kantung yang sebelumnya terbuka pun akan menutup kembali. Cairan ketuban akan
dibentuk kembali oleh amnion, sehingga janin bisa tumbuh lebih matang lagi.
Sebaliknya, bila jumlah air ketuban sedikit dan
mengandung mekonium akan berisiko asfiksia. Perlu diketahui, air ketuban
berwarna putih jernih. Jika air ketuban berwarna hijau, bisa membahayakan
janin. Hal semacam itu yang biasanya membuat persalinan dipercepat, baik
persalinan alami lewat vagina maupun operasi Caesar. Karena jika kehamilan
diteruskan justru akan membahayakan keduanya, ibu dan janin. Bukan tidak
mungkin justru berakhir dengan kematian.
Melihat akibatnya yang tidak ringan, segeralah ke
dokter jika dicurigai ketuban pecah. Begitu pula jika mengeluarkan cairan yang
tidak diketahui penyebabnya. Apa pun juga, bantuan medis amat diperlukan dalam
kondisi seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar