Kamis, 29 Oktober 2015

MAKALAH “ TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI “


MAKALAH
 “ TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI “
Mata Kuliah : INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PKK



DISUSUN OLEH :
KUSDIONO  ( 13 -580-0026 )



UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PKK- TATA BOGA
TAHUN 2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Petunjuk, kesehatan, ketabahan, dan  kesabaran Kepada kami sehingga kami bias menyusun makalah yang berjudul “ TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI ”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat oleh pembaca kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman,bapak/ibu/i dosen yang telah memberi dukungan kepada kami dalam menyusun makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati terbuka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


SURABAYA, 26 Oktober 2015


Penyusun








DAFTAR ISI

Halaman sampul .........................................................................................   1
Kata pengantar ..............................................................................................    2
Daftar isi .......................................................................................................    3
BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar belakang ...........................................................................   4
1.2   Rumusan masalah  .....................................................................   4
1.3     Tujuan  .............................  ........................................................  4
1.4     Manfaat ......................................................... ............................  5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi tentang Belajar dan Teori Belajar .................................   6
2.2. Macam-macam teori Belajar dan Pendapat para Ahli  ...............   7
2.3.   Ilmuan yang menemukan Teori Belajar .............................  ....... 18
2.4.   Prinsip-prinsip Pembelajaran............ .......................................... 33
BAB III PENUTUP
3.1     Kesimpulan ................................................................................ 35
3.2     Saran .......................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 36





BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
      Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses  yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
      Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
      Untuk lebih jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya paparkan beberapa teori-teori yang akan digunakan dalam sebuah proses pembelajaran.

1.2   RUMUSAN MASALAH
1.   Apa definisi tentang belajar dan teori belajar ?
2.   Bagaimana teori belajar menurut pendapat para ahli ?
3.   Siapa saja Ilmuan yang menemukan teori Belajar?
4.   Bagaimana prinsip –prinsip pembelajaran ?

1.3   TUJUAN
1.      Mengetahui definisi belajar dan teori belajar.
2.      Mengetahui teori belajar menurut pendapat para ahli.
3.      Mengetahui Ilmuan penemu teori belajar.
4.      Mengetahui prinsip – prinsip pembelajaran.

1.4   MANFAAT
1.      Agar mahasiswa mengerti definisi belajar dan teori belajar.
2.      Agar mahasiswa mengerti teori belajar menurut para ahli.
3.      Agar mahasiswa mengerti ilmuan penemu teori belajar.
4.      Agar mahasiswa mengerti prinsip – prinsip pembelajaran.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Definisi tentang Belajar dan Teori Belajar
2.1.1     Pengertian Belajar dan Pembelajaran
      Pengertian Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar secara umum menurut para penulis buku psikologi ialah sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman ( Imron, 1996 ; 2) Menurut Slameto (2003:2) secara psikologi, belajar merupaka suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “ belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”

2.1.2     Pengertian teori belajar
      Para psikologi pendidikan memunculkan istilah teori belajar setelah mereka mengalami kesulitan ketika akan menjelaskan proses belajar secara  menyeluruh. Berawal dari kesulitan tersebut munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog, sehingga menghasilkan dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori belajar adalah alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.
      Teori-teori belajar dikalangan psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka kemukakan hanyalah berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan belajar berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi yang mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yang mereka ciptakan itu bisa digunakan sebagai landasan pola pikir mereka.
2.2  Macam-macam Teori Belajar dan Pendapat para Ahli
2.2.1 Teori Kognitif
      Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
      Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
      Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia pada umumnya lebih cenderung cognitif oriented (berorientasi pada intelektual atau kognisi). Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual tetapi miskin moral kepribadian. Mestinya proses pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran afeksi, sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang.
Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif.
a.       Diantara tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme adalah J. Piaget dan Jerome S. Brunner.
1.      Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu di dasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syarat. Oleh sebab itu makin bertambahnya umur seorang siswa, mengakibatkan kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga makin meningkatkan kemampuannya khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif).
2.      Teori Belajar Brunner
Jerome S Brunner adalah seorang ahli pendidikan yang setuju dengan teori kognitif, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa pembelajaran adalah proses untuk membangun kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang ada dalam diri siswa.
Perkembangan kualitas kognitif ditandai dengan ciri-ciri umum:
a).    Kualitas intelektual ditandai dengan adanya kemampuan menanggapi rangsangan yang datang pada dirinya. Artinya, semangkin mampu menanggapi rangsangan semangkin besar peluang kualitas kognisi diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu upaya atau proses untuk melatih dan membimbing siswa dalam melakukan tanggapan terhadap rangsangan yang datang ke dalam dirinya.
b).    Kualitas atau peningkatan pengetahuan seseorang ditentukan oleh perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. Artinya semangkin lama mampu menyimpan informasi maka kualitas dan peningkatan pengetahuan akan mudah diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu proses untuk melatih dan membimbing siswa agar memiliki kemampuan menyimpan informasi yang diperoleh dari realitas lapangan.
c).    Perkembangan kualitas kognitif bisa dilakukan dengan cara melakukan interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua. Oleh sebab itu jaringan kerja sama intensif antara sekolah, masyarakat dan orang tua menjadi penting dalam konteks pembelajaran. Tri Sentra Pendidikan (tiga pusat pendidikan) perlu dikembangkan secara komprehensif dan simultan agar pengembangan kualitas intelektual (kognitif) siswa benar-benar dapat diwujudkan.
d).   Kemampuan kognitif juga ditentukan oleh kemampuan dalam mendeskripsikan bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
e).    Kualitas perkembangan kognitif juga bisa ditandai dengan keterampilan untuk menggunakan beberapa alternatif penyelesaian masalah secara simultan dan melaksanakan alternatif sesuai dengan realitas.
f).     Jerume S Brunner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika perkembangan relitas yang ada disekitar kehidupan siswa. Asumsi ini lebih dikenal dengan teori free discovery learning, artinya proses pembelajaran akan efektif dan efesien jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam kehidupannya.

b.      Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran    
      Pada hakekatnya teori kognitif adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan praktek yang mengarah pada kualitas intelektual peserta didik. Meskipun teori ini memiliki berbagai kelemahan. Teori kognitif juga memiliki kelebihan yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran. Aspek positifnya adalah kecerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas intelektual (kognitif).
      Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:18) “belajar merupakan hal yang kompleks. Kekompakan tersebut dapat dipandang dari dua subyek yaitu siswa dan guru”. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidaknya proses belajar. Konsekuensinya proses pembelajaran harus lebih memberi ruang yang luas agar siswa mengembangkan kualitas intelektualnya.
Secara umum proses pembelajaran harus didasarkan atas asumsi umum:
1.      Proses pembelajaran adalah suatu realitas sistem. Artinya, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh satu aspek/faktor saja, tetapi lebih ditentukan secara simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada.
2.      Proses pembelajaran adalah realitas kultural/natural. Yaitu dalam proses pembelajaran tidak diperlukan adanya berbagai paksaan dengan dalih membentuk kedisiplinan.
3.      Pengembangan materi harus benar-benar dilakukan secara kontekstual dan relevan dengan realitas kehidupan peserta didik. Proses belajar tidak harus di dalam ruang atau gedung. Wilayah pembelajaran bisa dimana saja selama peserta didik mampu melaksanakan proses untuk mengembangkan daya analisis terhadap realitas.
4.      Metode pembelajaran tidak dilakukan secara monoton, metode yang bervariasi merupakan tuntutan mutlak dalam proses pembelajaran.
5.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.      Pembelajaran harus memperhatikan perbedaan individual siswa, faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal dan sebagainya. 
2.2.2  Teori Humanisme
      Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme.
a.       Adapun pendapat dari para ahli mengenai teori humanistik sebagai berikut :
1.      Abraham Maslow
      Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan akan rasa tenteram dan aman, kebutuhan fisiologi/dasar.
2.      Arthur Combs
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu yaitu lingkaran kecil dan lingkaran besar.
3.      Carl Roger
      Carl Rogers adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran serta juga sejumlah.

b.   Penerapan Teori Humanisme
      Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,        perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial 
c.    Penerapan Teori Belajar Humanisme
      Menurut Gage dan Berliner, prinsip dasar dari pendekatan humanisme untuk mengembangkan pendidikan : Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti untuk pekerjaan murid. Perasaan adalah sama penting dengan kenyataan. Murid akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam 
2.2.3        Teori Behaviorisme
      Teori behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa menjadi bisa membaca). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
      Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya.
      Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
1.      Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
2.      Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks. Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

a.       Adapun tokoh-tokoh yang ahli dalam mengembangkan teori pendidikan behavioristik sebagai berikut.   
1.      Edward Lee Thorndike (1874-1949)
      Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh.Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error.
Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. 
2.      Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936) dan Watson
      Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan. 

2.2.4        Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.         Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.         Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.         Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.         Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.         Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6.         Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut.
1. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3. Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.

a.       Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang teori konstruktivisme yaitu sebagai berikut.
1.    Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
a).       Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
b).       Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
c).       Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d).      Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
2. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahwa murid mempunyai idea mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika kefahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, kefahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam peperiksaan mereka mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.
3. John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktiviti pengajaran dan pembelajaran.

2.3 Ilmuan yang telah menemukan teori belajar
a.       B.F. Skiner
Skinner menyatakan bahwa belajar merupakan “Tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang (S) dan respon (R)” yang terkenal dengan teorinya yaitu Operant Conditioning Theory.
1.      Ada dua macam respon dalam kegiatan belajar:
a).    Respondent response reflexive respons, bersifat spontan atau dilakukan secara reflek, diluar kemampuan seseorang. Dalam situasi yang demikiasn seseorang cukup belajar dengan stimulus yang diberikan dan ia akan memberikan respons yang sepadan dengan stimuli yang datang.
b).    Operant Response (Instrumental Response), respon yang timbul dan berkembangnya dikuti oleh perangsan-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang ini memperkuan respons yang telah dilakukan oleh organisme.
2.      Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant response secara sederhana adalah sebagai berikut :
a).    Mengidentifikasi hal-hal apa yang merupakan reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b).    Menganalisa, dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c).    Berdasarkan urutan komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk masing-masing komponen-komponen itu.
d).   Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan mengunakan urutan yang telah disusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya (reinforcer) diberikan. Kemudian komponen kedua, jika yang pertama sudah terbentuk, yang kemudian diberi hadiah pula (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi)

b.      Pavlov
Dalam teorinya Pavlov menyatakan bahwa gerakan refleks itu dapat dipelajari dan dapat berubah dengan melakukan latihan. Refleks dibagi menjadi dua bagian, yaitu refleks wajar (unconditioned reflex) dan refleks bersyarat (conditioned reflex). Refleks wajar, refleks yang terjadi dengan sendirinya saat diberikan rangsang, sedangkan refleks bersyarat adalah refleks yang harus dipelajari.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.   Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.   Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions), dapat berupa latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menimbulkan reasksi (response).
Kelemahannya adalah menganggap bahwa belajar adalah hanyalah terjadi secara otomatis dan lebih menonjolkan peranan latihan-latihan, dimana keaktifan dan pribadi seseorang tidak dihiraukan.
c.       Edwin Guthrie
      Teori yang dikemukakan oleh Guthrie adalah teori conditioning yang menitikberatkan pada cara-cara atau upaya tertentu untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik menjadi kebiasaan yang baik. Menurut Guthrie tingkah laku manusia itu adalah merupakan deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respons atas rangsangan ang terjadi sebelumnya dan menjadi rangsang berikutnya.
      Beberapa metode yang disarankan Guthrie untuk mengubah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan adalah : 
1.         Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method), Dasar pemikiran metode reaksi berlawanan adalah bahwa manusia adalah merupakan organisme yang selalu bereaksi terhadap rangsang-rangsang.
2.         Metode Membosankan (Exhaustion Method), Hubungan asosiasi antara rangsang dengan reaksi pada tingkah laku yang buruk dibiarkan sampai kemudian menjadi bosan atas keburukannya.
3.         Metode Mengubah Lingkungan (Change of Enviromental Method), Adalah cara yang digunakan dengan memutuskan hubungan rangsang antara rangsang dengan respons yang buruk yang akan dihilangkan.
      Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu. Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).

d.      Edward Lee Thorndike
Thorndike menyatakana ada 3 prinsip belajar, yaitu law of readiness, law of effect dan law of exercise, yang terangkum dalam teorinya yaitu The Connectionism Theory. Tiga hukum   belajar tersebut antara lain:
1.      The Law Of Readiness (Hukum Kesiapan), Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan
2.      The Law of Exercise (Hukum Latihan), Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: a. The Law of Use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. b. The Law of Disue: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
3.      The Law of Effect (Hukum Akibat), Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

e.       Clark L. Hull
      Dalam teorinya ia mengatakan bahwa suatu kebutuhan harus ada pada diri seseorang yang sedang belajar, kebutuhan itu dapat berupa motif, maksud, ambisi, atau aspirasi. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar individu.
      Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang. Jadi pada diri seseorang harus ada motif sebelum belajar terjadi atau dilakukan.

f.       Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a) periode sensori motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c)periode operasional konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun.
Sedangkan konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget yaitu: skemata (dipandang sebagai sekumpulan konsep); asimilasi (peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang telah dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama); dan equilibrium (bila keseimbangan tercapai  maka siswa mengenal informasi baru).
Piaget mengemukakan aspek-aspek perkembangan intelektual anak sebagai berikut:
1.    Aspek struktur, Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan-tindakan menuju perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat tinggi.
2.    Aspek isi, Isi maksudnya adalah pola perilaku anak khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3.    Aspek fungsi, Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.

g.       Jerome S Bruner
      Bruner menyatakan bahwa inti belajar adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif. Menurut Bruner selama kegiatan belajar berlangsung hendakanya siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri (discovery learning) makna segala sesuatu yang dipelajari.
      Dalam hal ini siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam memecahkan masalah. Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri.
      Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu: a) enaktif, segala perhatian anak tergantung pada responnya; b) ikonik, pola berpikir anak tergantung pada organisasi sensoriknya dan c) simbolik, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
      Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah. Dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya.

h.      Robert M Gagne
      Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat  bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar  pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks.
      Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan  perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1.    Tipe belajar tanda (Signal learning) : Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.
2.      Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning) : Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang.
3.      Tipe belajar berangkai (Chaining Learning) :  Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah  bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru.
4.      Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning) : Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5.      Tipe belajar membedakan (Discrimination learning) : Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.
6.      Tipe belajar konsep (Concept Learning) : Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau  pengertian tentang suatu yang mendasar.
7.      Tipe belajar kaidah (RuleLearning) : Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
8.      Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving) : Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.

i.        David Ausubel
      Ia mengemukakan teori belajar yaitu teori belajar bermakna. Belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu:
1.    Dimensi yang berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan
2.     Dimensi yang menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengabaikan informasi pada struktur kognitif yang ada. Struktur kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasinya yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Dalam implementasinya, teori ini terdiri dari dua fase, aitu mula-mula ia menyangkut pemberian “the organizer” atau materi pendahuluan diberikan sebelum kegiatan berlangsung dan dalam tingkat abstraksi. Fase berikutnya dimana organisasinya lebih spesifik dan terarah.

j.        Teori Psikologi Gestalt
      Teori ini disebut juga field theory atau insight full lerning. Menurutnya manusia bukan hanya sekadar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada rangsang yang mempengaruhinya. Manusia adalah individu yang mempunyai kebulatan antara jasmani dan rohani. Secara pribadi manusia tidak secara langsung bereaksi kepada rangsang, dan tidak pula reaksi itu dilakukan secara tidak terarah, tidak pula dilakukan dengan cara trial and error.
      Reaksi yang dilakukan manusia tergantung pada rangsang dan bagaimana motif-motif yang terdapat pada dirinya. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan.

k.      Teori Belajar Bandura
      Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925.  Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
      Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif social. Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
      Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik.
      Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
      Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
      Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
      Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku (modeling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.

l.     Teori Belajar Bloom
Ada tiga kawasan yang dijadikan fokus dalam teori belajar Bloom, yaitu:
1.      Kognitif : Berkaitan dengan daya nalar dan intelektual. Cakupan dari kawasan kognitif antara lain:
a).    Pengetahuan : Merupakan hal dasar dari kognitif, meliputi pemahaman materi pelajaran, rumus, pola, dll.
b).    Pemahaman : Atau biasanya disebut dengan mengerti yang ditunjukkan dengan kemampuan memahami hal yang telah dipelajari.
c).    Penerapan : Yaitu pengaplikasian pengetahuan dan pemahaman dalam sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tertentu.
d).   Penguraian : Atau analisis, maksudnya menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menghubungkannya dengan pengetahuan dan pemahaman sebelumnya dengan tujuan untk mencari alternative pemecahan masalah.
2.      Afektif : Berkaitan dengan sikap, emosi, perasaan, minat, dll dari seorang individu. Kawasan afektif sangat berpengaruh terhadap kesuksesan belajar siswa, karena cakupan kawasan afektif sendiri mulai dari persiapan menerima pelajaran, kemauan untuk menanggapi, dan menghayati dan mempribadikan system yang telah dipelajari.
3.     Psikomotor :Berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi saraf dan otot, seperti bermain sepak bola, bulu tangkis, voli, berenang, berkuda, dll. Kawasan ini terdiri atas: (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination).
a.         Kesiapan maksudnya kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu.
b.       Meniru maksudnya melakukan sesuai dengan contoh yang telah diamati.
c.        Membiasakan maksudnya melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh.
d.       Adaptasi yaitu ketika seseorang telah mampu memodifikasi keterampilan sesuai dengan kebutuhan.
e.        Menciptakan (origination) yaitu kemampuan seseorang untuk menciptakan suatu karya
m.    Teori Belajar Vygotsky
      Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
      Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
      Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
      Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
      Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
      Menurut teori Vygotsky, Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
      Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
      Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal developmentnya.
      Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri
1.    Penerapan Teori Belajar Vygotsky Dalam Interaksi Belajar Mengajar
Penerapan teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar mungkin dapat dijabarkan sebagai berikut :
a).    Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam Zone of proximal developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui  ZPD.
b).    Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak, kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
c).    Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.



2.4   Prinsip-prinsip Pembelajaran
Proses belajar mengajar memang merupakan bagian terpenting dalam mengimplementasikan kurikulum, termasuk memahami prinsip-prinsip pembelajaran itu sendiri. Adapun untuk bisa mengetahui efektivitas dan juga efisiensi suatu pembelajaran bisa kita lihat melalui kegiatan pembelajaran ini.
Oleh karena itu, dalam melakukan pembelajaran sudah sepatutnya seorang pengejar mengetahui bagaimana cara untuk membuat kegiatan belajar bisa berjalan dengan baik serta bisa mencapai tujuan sesuai dengan yang diinginkan.
Memang, prinsip-prinsip pembelajaran adalah bagian terpenting yang wajib diketahui para pengajar sehingga mereka bisa memahami lebih dalam prinsip tersebut dan seorang pengajar bisa membuat acuan yang tepat dalam pembelajarannya. Dengan begitu pembelajaran yang dilakukan akan jauh lebih efektif serta bisa mencapai target tujuan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai apa saja prinsip-prinsip pembelajaran tersebut, sebaiknya simak ulasan berikut :
1.      Prinsip motivasi dan perhatian
Dalam sebuah proses pembelajaran, di sini perhatian sangatlah berperan penting sebagai awalan dalam memicu kegiatan belajar. Sementara motivasi memiliki keterkaitan dengan minat siswa, sehingga mereka yang mempunyai minat tinggi terhadap mata pelajaran tertentu juga bisa menimbulkan motivasi yang lebih tinggi lagi dalam belajar.
2.    Prinsip keaktifan
Pada hakikatnya belajar itu merupakan proses aktif yang mana seseorang melakukan kegiatan untuk mengubah perilaku dan pemikiran menjadi lebih baik.
3.    Prinsip berpengalaman atau keterlibatan secara langsung
Jadi prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip aktivitas di mana masing-masing individu haruslah terlibat langsung untuk merasakan atau mengalaminya. Adapun sebenarnya di setiap kegiatan pembelajaran itu haruslah melibatkan diri kita secara langsung.
4.    Prinsip pengulangan
prinsip pengulangan di sini memang sangatlah penting yang mana teori yang bisa kita jadikan petunjuk dapat kita cermati dari dalil yang di kemukakan Edward L Thorndike mengenai law of learning.
5.   Prinsip tantangan
Penerapan bahan belajar yang kita kemas dengan lebih menantang seperti halnya mengandung permasalahan yang harus dipecahkan, maka para siswa pun juga akan tertantang untuk terus mempelajarinya.
6.    Prinsip penguat dan balikan
Kita tahu bahwa seorang siswa akan lebih semangat jika mereka mengetahui serta mendapatkan nilai yang baik. Terlebih lagi jika hasil yang didapat sangat memuaskan sehingga itu bisa menjadi titik balik yang akan sangat berpengaruh untuk kelanjutannya.
7.    Prinsip perbedaan individual
Proses belajar masing-masing individu memang tidaklah sama baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah di dalam proses pembelajaran mengandung penerapan bahwa masing-masing siswa haruslah dibantu agar lebih memahami kelemahan serta kekuatan yang ada pada dirinya dan kemudian bisa mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing.









BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
      Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
      Konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

3.2   Saran
      Pengertian, prinsip dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar