MAKALAH
“ TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI “
Mata Kuliah : INTERAKSI
BELAJAR MENGAJAR PKK
DISUSUN
OLEH :
KUSDIONO ( 13 -580-0026 )
UNIVERSITAS
PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PKK-
TATA BOGA
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Petunjuk, kesehatan, ketabahan, dan
kesabaran Kepada kami sehingga kami bias menyusun makalah yang berjudul
“ TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI ”.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat oleh pembaca kami mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman,bapak/ibu/i dosen yang telah memberi dukungan kepada kami dalam
menyusun makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan
hati terbuka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
SURABAYA, 26 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
sampul ......................................................................................... 1
Kata
pengantar
.............................................................................................. 2
Daftar
isi ....................................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang ........................................................................... 4
1.2
Rumusan masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................. ........................................................
4
1.4
Manfaat ......................................................... ............................
5
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi tentang Belajar dan Teori Belajar
................................. 6
2.2. Macam-macam
teori Belajar dan Pendapat para Ahli ............... 7
2.3. Ilmuan yang menemukan Teori Belajar
............................. ....... 18
2.4.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran............
.......................................... 33
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
................................................................................ 35
3.2 Saran
.......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................. 36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Teori belajar
dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara
prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk
mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua
memahami proses yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif
utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan
Konstruktivisme.
Pada dasarnya
teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian,
gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk
yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita
perdebatkan, yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik
untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk
kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk lebih
jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya paparkan beberapa teori-teori
yang akan digunakan dalam sebuah proses pembelajaran.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
definisi tentang belajar dan teori belajar ?
2. Bagaimana
teori belajar menurut pendapat para ahli ?
3. Siapa saja Ilmuan yang menemukan teori Belajar?
4. Bagaimana
prinsip –prinsip pembelajaran ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui
definisi belajar dan teori belajar.
2. Mengetahui
teori belajar menurut pendapat para ahli.
3. Mengetahui Ilmuan penemu teori belajar.
4. Mengetahui
prinsip – prinsip pembelajaran.
1.4 MANFAAT
1. Agar
mahasiswa mengerti definisi belajar dan teori belajar.
2. Agar
mahasiswa mengerti teori belajar menurut para ahli.
3. Agar mahasiswa mengerti ilmuan penemu teori belajar.
4. Agar
mahasiswa mengerti prinsip – prinsip pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi tentang Belajar dan Teori Belajar
2.1.1 Pengertian
Belajar dan Pembelajaran
Pengertian
Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar secara umum menurut para penulis
buku psikologi ialah sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang
yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman ( Imron, 1996 ; 2)
Menurut Slameto (2003:2) secara psikologi, belajar merupaka suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut: “ belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”
2.1.2 Pengertian
teori belajar
Para
psikologi pendidikan memunculkan istilah teori belajar setelah mereka mengalami
kesulitan ketika akan menjelaskan proses belajar secara menyeluruh.
Berawal dari kesulitan tersebut munculah beberapa persepsi berbeda dari para
psikolog, sehingga menghasilkan dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori
belajar adalah alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.
Teori-teori
belajar dikalangan psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka
kemukakan hanyalah berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan
belajar berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi
yang mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yang mereka ciptakan itu bisa
digunakan sebagai landasan pola pikir mereka.
2.2 Macam-macam
Teori Belajar dan Pendapat para Ahli
2.2.1 Teori Kognitif
Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan
aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan
teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan
dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Teori
kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan
mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori kognitif menyatakan
bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi
dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
nampak.
Teori kognitif sangat besar
pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia pada
umumnya lebih cenderung cognitif oriented (berorientasi pada intelektual atau
kognisi). Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual
tetapi miskin moral kepribadian. Mestinya proses pembelajaran harus mampu
menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran afeksi, sehingga lulusan
pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang.
Secara umum teori kognitif memiliki
pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang lebih
menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi,
dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar
juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang
sangat kompleks dan komprehensif.
a. Diantara
tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme adalah J. Piaget dan Jerome S. Brunner.
1. Teori
Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif
seseorang atau siswa adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses
belajar itu di dasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syarat.
Oleh sebab itu makin bertambahnya umur seorang siswa, mengakibatkan kompleksnya
susunan sel-sel syaraf dan juga makin meningkatkan kemampuannya khususnya dalam
bidang kualitas intelektual (kognitif).
2. Teori
Belajar Brunner
Jerome S Brunner adalah seorang
ahli pendidikan yang setuju dengan teori kognitif, hal ini didasarkan atas
asumsi bahwa pembelajaran adalah proses untuk membangun kemampuan mengembangkan
potensi kognitif yang ada dalam diri siswa.
Perkembangan
kualitas kognitif ditandai dengan ciri-ciri umum:
a). Kualitas
intelektual ditandai dengan adanya kemampuan menanggapi rangsangan yang datang
pada dirinya. Artinya, semangkin mampu menanggapi rangsangan semangkin besar
peluang kualitas kognisi diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu upaya
atau proses untuk melatih dan membimbing siswa dalam melakukan tanggapan
terhadap rangsangan yang datang ke dalam dirinya.
b). Kualitas
atau peningkatan pengetahuan seseorang ditentukan oleh perkembangan sistem penyimpanan
informasi secara realis. Artinya semangkin lama mampu menyimpan informasi maka
kualitas dan peningkatan pengetahuan akan mudah diwujudkan. Pembelajaran
merupakan salah satu proses untuk melatih dan membimbing siswa agar memiliki
kemampuan menyimpan informasi yang diperoleh dari realitas lapangan.
c). Perkembangan
kualitas kognitif bisa dilakukan dengan cara melakukan interaksi secara
sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua. Oleh sebab itu jaringan
kerja sama intensif antara sekolah, masyarakat dan orang tua menjadi penting
dalam konteks pembelajaran. Tri Sentra Pendidikan (tiga pusat pendidikan) perlu
dikembangkan secara komprehensif dan simultan agar pengembangan kualitas
intelektual (kognitif) siswa benar-benar dapat diwujudkan.
d). Kemampuan
kognitif juga ditentukan oleh kemampuan dalam mendeskripsikan bahasa, karena
bahasa merupakan alat komunikasi manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada
diperlukan bahasa untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
e). Kualitas
perkembangan kognitif juga bisa ditandai dengan keterampilan untuk menggunakan
beberapa alternatif penyelesaian masalah secara simultan dan melaksanakan
alternatif sesuai dengan realitas.
f). Jerume
S Brunner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika
perkembangan relitas yang ada disekitar kehidupan siswa. Asumsi ini lebih
dikenal dengan teori free discovery learning, artinya proses pembelajaran akan
efektif dan efesien jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
mereka jumpai dalam kehidupannya.
b. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Pada hakekatnya
teori kognitif adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan
praktek yang mengarah pada kualitas intelektual peserta didik. Meskipun teori
ini memiliki berbagai kelemahan. Teori kognitif juga memiliki kelebihan yang
harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran. Aspek positifnya adalah
kecerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas
intelektual (kognitif).
Menurut Dimyati
dan Mudjiono (2002:18) “belajar merupakan hal yang kompleks. Kekompakan tersebut
dapat dipandang dari dua subyek yaitu siswa dan guru”. Dari segi siswa, belajar
dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi
bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku
belajar tentang suatu hal. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidaknya proses
belajar. Konsekuensinya proses pembelajaran harus lebih memberi ruang yang luas
agar siswa mengembangkan kualitas intelektualnya.
Secara umum proses
pembelajaran harus didasarkan atas asumsi umum:
1. Proses
pembelajaran adalah suatu realitas sistem. Artinya, keberhasilan pembelajaran tidak
hanya ditentukan oleh satu aspek/faktor saja, tetapi lebih ditentukan secara
simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada.
2. Proses
pembelajaran adalah realitas kultural/natural. Yaitu dalam proses pembelajaran
tidak diperlukan adanya berbagai paksaan dengan dalih membentuk kedisiplinan.
3. Pengembangan
materi harus benar-benar dilakukan secara kontekstual dan relevan dengan
realitas kehidupan peserta didik. Proses belajar tidak harus di dalam ruang
atau gedung. Wilayah pembelajaran bisa dimana saja selama peserta didik mampu
melaksanakan proses untuk mengembangkan daya analisis terhadap realitas.
4. Metode
pembelajaran tidak dilakukan secara monoton, metode yang bervariasi merupakan
tuntutan mutlak dalam proses pembelajaran.
5. Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan mengaktifkan
siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat
terjadi dengan baik.
6. Belajar
memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. Pembelajaran
harus memperhatikan perbedaan individual siswa, faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal dan sebagainya.
2.2.2 Teori Humanisme
Humanisme
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan
hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai
potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini
erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif.
Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik
beraliran humanisme.
a.
Adapun pendapat dari
para ahli mengenai teori humanistik sebagai berikut :
1. Abraham
Maslow
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah kebutuhan aktualisasi
diri, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan akan rasa
tenteram dan aman, kebutuhan
fisiologi/dasar.
2. Arthur
Combs
Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Guru harus
memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri
dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat
pada satu yaitu lingkaran kecil dan lingkaran besar.
3. Carl
Roger
Carl Rogers
adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses
pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran
serta juga sejumlah.
b. Penerapan Teori Humanisme
Aplikasi
teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi,
membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme
ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial
c. Penerapan Teori Belajar Humanisme
Menurut
Gage dan Berliner, prinsip dasar dari pendekatan humanisme untuk mengembangkan
pendidikan : Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu
ketahui. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan
banyak pengetahuan. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti
untuk pekerjaan murid. Perasaan adalah sama penting dengan kenyataan. Murid
akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam
2.2.3
Teori
Behaviorisme
Teori
behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap
lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Menurut
teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar
sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa
belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau
bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal
mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa
dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu
perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa menjadi bisa membaca). Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara
stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa
diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu
siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat
atau bacaan, sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang
diberikan gurunya.
Menurut teori
behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat
belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut
sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi
dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut
negative reinforcement.
Adapun
kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
1. Asumsi
pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa
diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang
sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak
dalam tempo seketika.
2. Teori
ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks. Aplikasi teori
belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.
a. Adapun
tokoh-tokoh yang ahli dalam mengembangkan teori pendidikan behavioristik
sebagai berikut.
1. Edward
Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut
Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara
peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori
“connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila
knop di dalam sangkar disentuh.Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan
Error.
Ciri-ciri belajar
dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai
situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan
reaksi-reaksi mencapai tujuan.
2. Ivan
Petrovich Pavlo (1849-1936) dan Watson
Pavlo mengadakan
percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri
stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi
percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu
tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang
berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut
diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan
oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan.
Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan
dan penentuan pribadi dihiraukan.
2.2.4
Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu
makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus
respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan
dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan
atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme
menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara
konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak
aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan
berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan
itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang
sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu keaktivan seseorang
sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Pendekatan
konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.
Pelajar aktif membina
pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam konteks
pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.
Pentingnya membina
pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.
Unsur terpenting dalam
teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.
Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6.
Bahan pengajaran yang
disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik
minat pelajar.
Pandangan
Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut.
1. Konstruktivisme
memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan
tidak menentu.
2. Belajar adalah
penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan
refleksi dan interpretasi.
3. Seseorang yang belajar
akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung
pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
a. Beberapa
ahli mengemukakan pendapatnya tentang teori konstruktivisme yaitu sebagai berikut.
1. Jean
Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme,
sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama
halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan
untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia
berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus
ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan
skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan
menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu,
pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut
meliputi:
a). Skema/skemata
adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus
mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga
berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang
datang, dan terus berkembang.
b). Asimilasi
adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep
awalnya, hanya menambah atau merinci.
c). Akomodasi
adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d). Equilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan
intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui
asimilasi dan akomodasi.
2.
Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahwa murid mempunyai idea mereka sendiri
tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika
kefahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik,
kefahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam
peperiksaan mereka mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.
3. John Dewey menguatkan
lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cekap
harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau
membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan
penyertaan murid di dalam setiap aktiviti pengajaran dan pembelajaran.
2.3 Ilmuan yang telah menemukan teori belajar
a. B.F.
Skiner
Skinner menyatakan bahwa belajar merupakan “Tingkah laku
sebagai hubungan antara perangsang (S) dan respon (R)” yang terkenal dengan
teorinya yaitu Operant Conditioning Theory.
1. Ada dua macam respon dalam kegiatan
belajar:
a). Respondent response reflexive respons,
bersifat spontan atau dilakukan secara reflek, diluar kemampuan seseorang.
Dalam situasi yang demikiasn seseorang cukup belajar dengan stimulus yang
diberikan dan ia akan memberikan respons yang sepadan dengan stimuli yang
datang.
b). Operant Response (Instrumental
Response), respon yang timbul dan berkembangnya dikuti oleh
perangsan-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut dengan
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang ini memperkuan respons
yang telah dilakukan oleh organisme.
2. Prosedur pembentukan tingkah laku
dalam operant response secara sederhana adalah sebagai berikut :
a). Mengidentifikasi hal-hal apa yang
merupakan reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b). Menganalisa, dan selanjutnya
mengidentifikasi komponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat
untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c). Berdasarkan urutan komponen-komponen
itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk masing-masing
komponen-komponen itu.
d). Melakukan pembentukan tingkah laku,
dengan mengunakan urutan yang telah disusun. Kalau komponen pertama telah
dilakukan, maka hadiahnya (reinforcer) diberikan. Kemudian komponen kedua, jika
yang pertama sudah terbentuk, yang kemudian diberi hadiah pula (komponen pertama
tidak memerlukan hadiah lagi)
b. Pavlov
Dalam teorinya Pavlov menyatakan
bahwa gerakan refleks itu dapat dipelajari dan dapat berubah dengan melakukan
latihan. Refleks dibagi menjadi dua bagian, yaitu refleks wajar (unconditioned
reflex) dan refleks bersyarat (conditioned reflex). Refleks wajar, refleks yang
terjadi dengan sendirinya saat diberikan rangsang, sedangkan refleks bersyarat
adalah refleks yang harus dipelajari.
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun
Menurut teori conditioning, belajar
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions), dapat berupa latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
menimbulkan reasksi (response).
Kelemahannya adalah menganggap bahwa
belajar adalah hanyalah terjadi secara otomatis dan lebih menonjolkan peranan
latihan-latihan, dimana keaktifan dan pribadi seseorang tidak dihiraukan.
c.
Edwin Guthrie
Teori yang dikemukakan oleh Guthrie adalah teori
conditioning yang menitikberatkan pada cara-cara atau upaya tertentu untuk mengubah
kebiasaan yang kurang baik menjadi kebiasaan yang baik. Menurut Guthrie tingkah
laku manusia itu adalah merupakan deretan-deretan tingkah laku yang terdiri
dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respons atas rangsangan
ang terjadi sebelumnya dan menjadi rangsang berikutnya.
Beberapa metode yang disarankan Guthrie untuk mengubah
tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan adalah :
1.
Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method), Dasar pemikiran metode reaksi
berlawanan adalah bahwa manusia adalah merupakan organisme yang selalu bereaksi
terhadap rangsang-rangsang.
2.
Metode Membosankan (Exhaustion Method), Hubungan asosiasi antara
rangsang dengan reaksi pada tingkah laku yang buruk dibiarkan sampai kemudian
menjadi bosan atas keburukannya.
3.
Metode Mengubah Lingkungan (Change of Enviromental Method), Adalah cara yang digunakan
dengan memutuskan hubungan rangsang antara rangsang dengan respons yang buruk
yang akan dihilangkan.
Seperti halnya Thorndike, Guthrie
menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni
menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan
lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan
adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak
terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat
dalam kehadiran stimuli tertentu. Latihan (praktik) adalah penting karena ia
menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang
diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar
ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan
tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena
memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di
dalam atau di luar kelas).
d. Edward
Lee Thorndike
Thorndike menyatakana ada 3 prinsip
belajar, yaitu law of readiness, law of effect dan law of exercise, yang
terangkum dalam teorinya yaitu The Connectionism Theory. Tiga hukum belajar
tersebut antara lain:
1. The Law Of Readiness (Hukum
Kesiapan), Hukum
kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah
laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme
adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa
senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar
menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan
2. The Law of Exercise (Hukum Latihan), Hukum latihan yaitu semakin
sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: a. The Law
of Use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat,
kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. b. The Law
of Disue: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah
atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan
hubungan tersebut.
3. The Law of Effect (Hukum Akibat), Hukum akibat yaitu hubungan
stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada
makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan
yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
e. Clark L.
Hull
Dalam
teorinya ia mengatakan bahwa suatu kebutuhan harus ada pada diri seseorang yang
sedang belajar, kebutuhan itu dapat berupa motif, maksud, ambisi, atau
aspirasi. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat
pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar
individu.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi
yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama
seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang. Jadi
pada diri seseorang harus ada motif sebelum belajar terjadi atau dilakukan.
f.
Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif
pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a) periode sensori
motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c)periode
operasional konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun.
Sedangkan konsep-konsep dasar proses
organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget yaitu: skemata (dipandang
sebagai sekumpulan konsep); asimilasi (peristiwa mencocokkan informasi baru
dengan informasi lama yang telah dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila
antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan
dan disesuaikan dengan informasi lama); dan equilibrium (bila keseimbangan
tercapai maka siswa mengenal informasi baru).
Piaget mengemukakan aspek-aspek
perkembangan intelektual anak sebagai berikut:
1. Aspek struktur, Ada hubungan fungsional
antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis
anak-anak. Tindakan-tindakan menuju perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya
menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skemata
atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat
tinggi.
2. Aspek isi, Isi maksudnya adalah pola
perilaku anak khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3. Aspek fungsi, Fungsi adalah cara yang
digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan
intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
g. Jerome S Bruner
Bruner menyatakan bahwa inti belajar adalah bagaimana orang
memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif. Menurut
Bruner selama kegiatan belajar berlangsung hendakanya siswa dibiarkan untuk
menemukan sendiri (discovery learning) makna segala sesuatu yang dipelajari.
Dalam hal ini siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
berperan dalam memecahkan masalah. Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu
memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri.
Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak
mengikuti tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu: a) enaktif, segala
perhatian anak tergantung pada responnya; b) ikonik, pola berpikir anak
tergantung pada organisasi sensoriknya dan c) simbolik, anak telah memiliki
pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga anak telah mampu mengutarakan
pendapatnya dengan bahasa.
Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah
menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah.
Dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan
kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di
dalam benaknya.
h. Robert M
Gagne
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya
dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi
oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya
adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi
lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai
lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang
dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Bagi Gagne,
belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat
kompleks.
Dalam pernyataan tersebut,
dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada
seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat
atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya
sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar,
situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari
stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan
tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi
dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe
belajar, yaitu:
1.
Tipe belajar tanda (Signal learning) : Belajar dengan cara ini dapat
dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons
menurut kepada tanda/sinyal.
2. Tipe belajar rangsang-reaksi
(Stimulus-response learning) : Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe
ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta
adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara
berulang-ulang.
3. Tipe belajar berangkai (Chaining
Learning) : Pada
tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah
bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan
selanjutnya akan menimbulkan respons baru.
4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal
association learning) : Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil
belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5. Tipe belajar membedakan
(Discrimination learning) : Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk
membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.
6. Tipe belajar konsep (Concept
Learning) : Belajar
pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau
pengertian tentang suatu yang mendasar.
7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning) : Tipe belajar ini menghasilkan suatu
kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
8. Tipe belajar pemecahan masalah
(Problem solving) : Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat
digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.
i.
David Ausubel
Ia mengemukakan teori belajar yaitu
teori belajar bermakna. Belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi,
yaitu:
1. Dimensi yang berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau
penemuan
2. Dimensi yang menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengabaikan informasi pada struktur kognitif yang ada. Struktur
kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasinya yang telah dipelajari dan
diingat siswa.
Dalam implementasinya, teori ini
terdiri dari dua fase, aitu mula-mula ia menyangkut pemberian “the organizer”
atau materi pendahuluan diberikan sebelum kegiatan berlangsung dan dalam
tingkat abstraksi. Fase berikutnya dimana organisasinya lebih spesifik dan
terarah.
j.
Teori Psikologi Gestalt
Teori ini disebut juga field theory
atau insight full lerning. Menurutnya manusia bukan hanya sekadar makhluk reaksi
yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada rangsang yang mempengaruhinya.
Manusia adalah individu yang mempunyai kebulatan antara jasmani dan rohani.
Secara pribadi manusia tidak secara langsung bereaksi kepada rangsang, dan
tidak pula reaksi itu dilakukan secara tidak terarah, tidak pula dilakukan
dengan cara trial and error.
Reaksi yang dilakukan manusia
tergantung pada rangsang dan bagaimana motif-motif yang terdapat pada dirinya.
Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan.
k. Teori
Belajar Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare
Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social
Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan
pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang
psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta
efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif
serta factor pelaku memainkan
peran penting dalam
pembelajaran.
Faktor
kognitif
berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan,
factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu
perancang teori kognitif social. Menurut
Bandura
ketika
siswa belajar
mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka
secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku,
person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor
lingkungan mempengaruhi
perilaku, perilaku
mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak
punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Menurut Bandura proses mengamati dan
meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik
yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social
jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan
judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap
bahwa judi itu adalah tidak baik.
Teori belajar social menekankan
bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ;
lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu
melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran
social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui
pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui
kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya
dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru
melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya.
Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang
lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun
model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat
mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang
ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau
penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
Seperti pendekatan teori
pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada
penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah
laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah
cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori –
teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah
laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran
terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku
orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal
tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
Menurut Bandura, sebagian besar
tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh
tingkah laku (modeling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan
penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan
tingkah laku membaca.
1. Kognitif : Berkaitan dengan daya nalar dan
intelektual. Cakupan dari kawasan kognitif antara lain:
a). Pengetahuan : Merupakan hal dasar dari kognitif,
meliputi pemahaman materi pelajaran, rumus, pola, dll.
b). Pemahaman : Atau biasanya disebut dengan
mengerti yang ditunjukkan dengan kemampuan memahami hal yang telah dipelajari.
c). Penerapan : Yaitu pengaplikasian pengetahuan dan
pemahaman dalam sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tertentu.
d). Penguraian : Atau analisis, maksudnya menentukan
bagian-bagian dari suatu masalah dan menghubungkannya dengan pengetahuan dan
pemahaman sebelumnya dengan tujuan untk mencari alternative pemecahan masalah.
2. Afektif : Berkaitan dengan sikap, emosi,
perasaan, minat, dll dari seorang individu. Kawasan afektif sangat berpengaruh
terhadap kesuksesan belajar siswa, karena cakupan kawasan afektif sendiri mulai
dari persiapan menerima pelajaran, kemauan untuk menanggapi, dan menghayati dan
mempribadikan system yang telah dipelajari.
3. Psikomotor :Berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi saraf dan otot, seperti bermain sepak bola,
bulu tangkis, voli, berenang, berkuda, dll. Kawasan ini terdiri atas: (a)
kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual);
(d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination).
a.
Kesiapan maksudnya kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu.
b.
Meniru maksudnya melakukan sesuai dengan contoh yang telah diamati.
c.
Membiasakan maksudnya melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat
contoh.
d.
Adaptasi yaitu ketika seseorang telah mampu memodifikasi keterampilan
sesuai dengan kebutuhan.
e.
Menciptakan (origination) yaitu kemampuan seseorang untuk
menciptakan suatu karya
m. Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky menawarkan
suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari
kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa,
sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana
anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah
terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Vygotsky lebih banyak
menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan
perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental
yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan
perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi
seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang
lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup
dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada
anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama
pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara
berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang
dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota
lain dalam kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962),
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui
interaksi sosial langsung. Informasi
tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia.
Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di
dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak
menjadi matang.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan
mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky
percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang
lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal
tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana
anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi
kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky
membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak.
Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah
petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky,
Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan
potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah
menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan
anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan
mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan,
siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin
secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Teori Vygotsky yang lain
adalah “scaffolding“.
Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa
untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal developmentnya.
Scaffolding
adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap -
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru
dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk
lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri
1.
Penerapan
Teori Belajar Vygotsky Dalam Interaksi Belajar Mengajar
Penerapan teori belajar Vygotsky dalam
interaksi belajar mengajar mungkin dapat dijabarkan sebagai berikut :
a).
Walaupun anak tetap
dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap
kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam
Zone of proximal developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui ZPD.
b).
Secara khusus Vygotsky
mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada
perkembangan kognitif anak, kerja kelompok secara kooperatif tampaknya
mempercepat perkembangan anak.
c).
Gagasan tentang kelompok
kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer
tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam
pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD
karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah
melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding
yang sesuai.
2.4 Prinsip-prinsip Pembelajaran
Proses belajar mengajar memang
merupakan bagian terpenting dalam mengimplementasikan kurikulum, termasuk
memahami prinsip-prinsip pembelajaran itu sendiri. Adapun untuk bisa mengetahui
efektivitas dan juga efisiensi suatu pembelajaran bisa kita lihat melalui
kegiatan pembelajaran ini.
Oleh karena itu, dalam melakukan
pembelajaran sudah sepatutnya seorang pengejar mengetahui bagaimana cara untuk
membuat kegiatan belajar bisa berjalan dengan baik serta bisa mencapai tujuan
sesuai dengan yang diinginkan.
Memang, prinsip-prinsip pembelajaran
adalah bagian terpenting yang wajib diketahui para pengajar sehingga mereka
bisa memahami lebih dalam prinsip tersebut dan seorang pengajar bisa membuat
acuan yang tepat dalam pembelajarannya. Dengan begitu pembelajaran yang
dilakukan akan jauh lebih efektif serta bisa mencapai target tujuan.
Untuk mengetahui lebih jelas
mengenai apa saja prinsip-prinsip pembelajaran tersebut, sebaiknya simak ulasan
berikut :
1.
Prinsip motivasi dan perhatian
Dalam sebuah proses pembelajaran, di sini perhatian
sangatlah berperan penting sebagai awalan dalam memicu kegiatan belajar.
Sementara motivasi memiliki keterkaitan dengan minat siswa, sehingga mereka
yang mempunyai minat tinggi terhadap mata pelajaran tertentu juga bisa
menimbulkan motivasi yang lebih tinggi lagi dalam belajar.
2.
Prinsip keaktifan
Pada hakikatnya belajar itu merupakan proses aktif
yang mana seseorang melakukan kegiatan untuk mengubah perilaku dan pemikiran
menjadi lebih baik.
3.
Prinsip berpengalaman atau
keterlibatan secara langsung
Jadi prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip
aktivitas di mana masing-masing individu haruslah terlibat langsung untuk
merasakan atau mengalaminya. Adapun sebenarnya di setiap kegiatan pembelajaran
itu haruslah melibatkan diri kita secara langsung.
4.
Prinsip pengulangan
prinsip pengulangan di sini memang sangatlah penting
yang mana teori yang bisa kita jadikan petunjuk dapat kita cermati dari dalil
yang di kemukakan Edward L Thorndike mengenai law of learning.
5.
Prinsip tantangan
Penerapan bahan belajar yang kita kemas dengan lebih
menantang seperti halnya mengandung permasalahan yang harus dipecahkan, maka
para siswa pun juga akan tertantang untuk terus mempelajarinya.
6.
Prinsip penguat dan balikan
Kita tahu bahwa seorang siswa akan lebih semangat jika
mereka mengetahui serta mendapatkan nilai yang baik. Terlebih lagi jika hasil
yang didapat sangat memuaskan sehingga itu bisa menjadi titik balik yang akan
sangat berpengaruh untuk kelanjutannya.
7.
Prinsip perbedaan individual
Proses belajar masing-masing individu memang tidaklah
sama baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah di dalam proses pembelajaran
mengandung penerapan bahwa masing-masing siswa haruslah dibantu agar lebih
memahami kelemahan serta kekuatan yang ada pada dirinya dan kemudian bisa
mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan
potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar
behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai
pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki
kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran
sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Konsep belajar
yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
3.2 Saran
Pengertian, prinsip dan perkembangan teori pembelajaran
hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan
dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan
memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan
yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang
berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar