LAPORAN
KEGIATAN KETRAMPILAN DASAR PRAKTEK
KLINIK
DI RUMAH SAKIT PURA RAHARJA
SURABAYA
Periode
10 Juni – 6 Juli 2013

Disusun
oleh :
1.
Fitri
Ferananda (12-700-0050)
2.
Djan
Sri Lestari (12-700-0051)
3.
Yashinta
Meo (12-700-0052)
4.
Anggarningrum
M.P (12-700-0053)
5.
Cindy
Ulziana P (12-700-0054)
6.
Ni
Wayan S.S
(12-500-0055)
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2012/2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
KEGIATAN KETRAMPILAN DASAR PRAKTEK KLINIK DI RUMAH SAKIT PURA RAHARJA SURABAYA
Tanggal
10 JUNI- 06 JULI 2013 telah disetujui
Surabaya,
Juli 2013
Mengetahui
:
Kepala Kepala
Ruangan Rawat Jalan Ruangan Rawat Inap
Lailatul Chabriah, S.Kep., Ns. Nurdja Sumantri, S.Kep., Ns.
Kepala
Ruangan
Bersalin dan Bayi
C.
Rawita, SST.
Pembimbing Akademik I Pembimbing
Akademik II
Prodi D-III Kebidanan UNIPA Prodi D-III Kebidanan UNIPA
Surabaya Surabaya
Yefi Marliandiani, SST., M.Kes. Katrina L. B., SKM.
Direktur Direktur
Prodi D-III Kebidanan
UNIPA Rumah
Sakit Pura Raharja
Surabaya Surabaya
Sumiati, S.Kep., Ns., M.Kes. dr.
M.Ainul Yaqin
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya pada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kegiatan ketrampilan dasar praktik
klinik di Rumah Sakit Pura Raharja Surabaya.
Adapun dalam pembuatan
laporan ini merupakan pemantapan mata kuliah KPDK yang materinya telah
disampaikan pada semester awal. Dalam penyusunan laporan ini banyak yang
membantu dan memberi dukungan. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Bapak
I Jayabrata, CEO Rumah Sakit Pura Raharja
2. Bapak
dr. M.Ainul Yaqin, Direktur Rumah Sakit Pura Raharja
3. Ibu
Sumiati S.Kep., Ns., M.Kes, Direktur Prodi Kebidanan UNIPA Surabaya
4. Kepala
ruangan di rawat jalan, rawat inap dan ruang bersalin dan bayi
5. Pembimbing
di ruangan rawat jalan, rawat inap, ruang bersalin dan ruang bayi
6. Ibu
Yefi Marliandiani, SST., M.Kes., pembimbing di kampus
7. Ibu
Katrina L. B. SKM, pembimbing di kampus
8. Orang
tua yang selalu memberi dukungan dalam pembuatan makalah.
Untuk kesempuranaan
laporan ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan kegiatan ketrampilan dasar praktek klinik ini dapat bermanfaat bagi
penyusun ataupun pembaca sebagai bahan pertimbangan guna memecahkan berbagai
masalah yang terjadi.
Surabaya, 5
Juli 2013
Hormat kami,
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
LEMBAR
PENGESAHAN................................................................................... ii
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... iv
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... v
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan
Umum......................................................................................... 1
1.3
Tujuan Khusus.......................................................................................
1
1.4 Target Pencapaian Kompetensi........................................................ 2
1.5 Metode Penulisan............................................................................. 2
BAB
2 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT PURA
RAHARJA
2.1
Status Rumah Sakit.......................................................................... 3
2.1.1 Visi
dan Misi Rumah Sakit.................................................... 3
2.1.2 Motto Rumah Sakit................................................................ 3
2.1.3 Profil Rumah Sakit….................................................................... 4
2.1.4 Denah Rumah Sakit................................................................ ...... 5
2.2
Jenis-jenis Pelayanan................................................................................
2.2.1 Perawatan
Rawat Jalan…………………………………… 9
2.2.2 Perawatan
Rawat Inap……………………………………. 13
2.2.3 Perawatan
Bersalin dan Bayi …………………………….. 15
2.2.4 Laboratorium……………………………………………… 16
2.2.5 Instalasi
Farmasi………………………………………….. 16
2.3 Sumber Daya Manusia.......................................................................... 16
2.4 Sarana dan Prasarana....................................................................... 18
BAB
3 KEGIATAN MAHASISWA DI INSTITUSI
RAWAT JALAN
3.1
Periode Praktik..................................................................................... 19
3.2
Jenis Penyakit yang ada di Instalasi
Rawat Jalan............................
3.2.1 Jenis
Penyakit yang ada di Ruang IGD…………………… 19
3.2.2 Jenis
Penyakit yang ada di Poli Spesialis Kandungan……. 20
3.2.3 Jenis
Penyakit yang ada di Poli Spesialis Anak…………… 20
3.2.4 Jenis
Penyakit yang ada di Poli Spesialis Penyakit Dalam.. 20
3.2.5 Pelayanan
yang terdapat di Poli Anak dan BKIA………... 20
3.3 Tindakan
Keperawatan yang dilaksanakan Mahasiswa
3.3.1 Perawatan…………………………………………………….. 20
3.3.2 Perawatan
Langsung…………………………………………. 21
3.3.3 Perawatan
Dasar yang berhubungan dengan Program
Pengobatan................................................................................ 21
3.3.4 Perawatan
Dasar yang Berhubungan dengan Pemeriksaan
Fisik
di Laboratorium............................................................... 21
3.4 Pembahasan Contoh Kasus di Instalasi Rawat
Jalan.......................
3.4.1 Penyakit yang sering ditemukan
di Ruang IGD..................... 21
3.4.2 Penyakit yang sering ditemukan
di Poli Spesialis
Kandungan.............................................................................. 27
3.4.3 Penyakit yang sering ditemukan
di Poli Spesialis Anak......... 32
3.4.4 Penyakit yang sering ditemukan
di Poli Spesialis Penyakit
Dalam...................................................................................... 37
BAB
4 KEGIATAN MAHASISWA DI RUANGAN RAWAT
INAP
4.1 Periode
Praktik............................................................................................ 41
4.2 Jenis
Penyakit yang ada di ruangan Rawat Inap........................................
41
4.3 Tindakan
Keperawatan yang dilaksanakan Mahasiswa..........................
4.3.1
Perawatan....................................................................................... 41
4.3.2
Perawatan Langsung...................................................................... 42
4.3.3
Perawatan Dasar yang berhubungan dengan Program
Pengobatan..................................................................................... 42
4.3.4
Perawatan Dasar yang Berhubungan dengan Pemeriksaan
Fisik
di Laboratorium..................................................................... 43
4.4 Pembahasan
Contoh Kasus di Ruang Rawat Inap...................................... 43
BAB
5 KEGIATAN MAHASISWA DI RUANGAN BERSALIN DAN RUANGAN BAYI
5.1 Periode
Praktik................................................................................................ 46
5.2 Jenis
Penyakit yang ada di ruangan Bersalin dan Ruang Bayi....................... 46
5.3 Tindakan
Keperawatan yang dilaksanakan Mahasiswa......................................
5.3.1 Perawatan........................................................................................ 46
5.3.2 Perawatan Langsung....................................................................... 47
5.3.3 Perawatan dasar yang berhubungan dengan Program
Pengobatan....................................................................................... 47
5.3.4 Perawatan
dasar yang berhubungan dengan pemeriksaan
Fisik di Laboratorium....................................................................... 47
5.4 Pembahasan
Contoh Kasus di Ruang Bersalin dan Ruang Bayi.................... 48
BAB
6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan..................................................................................................... 57
6.2 Saran 57
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 58
LAMPIRAN..
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan pendidikan diploma III
kebidanan bertujuan menghasilkan ahli madya yang professional. Untuk
mendapatkan tenaga bidan yang professional selain harus mendapatkan teori di
kelas, praktik laboratorium di kampus juga harus melaksanakan praktik klinik di
tatanan nyata. Pembelajaran praktik klinik bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di kelas
ataupun di laboratorium untuk lebih di terapkan secara nyata di lahan praktik.
Selain itu membuka kesempatan mahasiswa untuk beradaptasi pada perananya
sebagai calon bidan professional dalam melaksanakan praktik pada tatanan nyata
pelayanan kebidanan.
1.2
Tujuan
umum
Setelah mahasiswa melaksanakan kegiatan
praktik klinik di rumah sakit selama 1 bulan, mahasiswa di harapkan mampu
mempraktikan ketrampilan dasar praktik klinik dengan baik.
1.3 Tujuan khusus
1.3.1 Melaksanakan perawatan khusus
dasar tidak langsung
1.3.2 Melaksanakan perawatan dasar
langsung
1.3.4 Melaksanakan persiapan dan
pelaksanaan diagnostic
1.3.5 Melakukan pencegahan infeksi
1.3.6 Melaksanakan
asuhan pada klien yang menghadapi sakarotul
maut
1.4
Target Pencapaian Kompetensi
Target pecapaian
kompetensi KPDK Semester II ini meliputi 20 perasat. Dan masing-masing perasat
memiliki target yang berbeda. Tugas masing-masing Mahasiswa yaitu mencapai
semaksimal mungkin target yang di minta,
meskipun ada beberapa perasat yang tidak tercapai.
1.5 Metode penelitian
Metode penulisan dalam penyusunan
laporan ini adalah melalui interview, reading dan observasi, selain itu juga
mendiskripsikan segala macam kegiatan sehari-hari selama melakukan praktik
langsung KDPK di Rumah Sakit Pura Raharja selama 1 bulan yang terbagi atas 3
ruangan yaitu, ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang bersalin dan ruang
bayi.
BAB 2
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT PURA RAHARJA
2.1 Status
Rumah Sakit Pura Raharja
2.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Pura Raharja
1.
Visi
Menjadi pusat Kesehatan Ibu dan Anak yang dikelola secara
professional dengan sentuhan kemanusiaan.
2.
Misi
a. Ikut membantu
program pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan dan bayi
saat dilahirkan.
b.
Memberikan pelayanan
kesehatan yang prima kepada ibu dan anak sesuai dengan standart profesi melalui
dukungan sumber daya manusia yang professional di bidangnya.
c. Mengutamakan kepentingan untuk pelayanan
kesehatan pasien.
d.
Senantiasa berusaha
untuk mewujudkan kepuasan pasien.
2.1.2 Motto Rumah Sakit Pura Raharja
“Kami Melayani Lebih Baik
dan Lebih Baik Lagi.”
Berikut ini adalah profil dari Rumah
Sakit Pura Raharja yang berdiri pada tahun 1974. Rumah sakit ini adalah milik
KORPRI Provinsi Jawa Timur yang berada di jalan Pucang Adi 12-14 Surabaya.
Sejalan dengan kemajuan jaman dan teknologi,
kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan juga meningkat. Pelayanan
Kesehatan yang dimaksud adalah pencegahan, perawatan dan pengobatan, sehingga
dalam era ini keinginan masyarakat dalam kesehatan tidak hanya meliputi
pengobatan tetapi juga pencegahan.
Pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap dan Bedah
termasuk didalamnya Medical check-up saat ini sudah cukup memasyarakat dan
sudah biasa dilakukan secara rutin. Manfaatnya selain sebagai usaha preventif
bagi individu untuk pemeliharaan kesehatan juga mempengaruhi kenyamanan dan
kesehatan kerja.
Untuk memaksimalkan peluang-peluang tersebut dan
juga untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka Rumah Sakit Pura Raharja mengajukan
penawaran kerjasama pelayanan kesehatan berupa Perlindungan Rawat Jalan
Kesehatan.
Rumah Sakit Pura Raharja saat ini sedang
dalam tahap pembangunan tahap 3 dari 5 tahap pembangunan sesuai
master plan rumah sakit. Pembangunan ini adalah untuk menuju rumah
sakit yang berstandar
Nasional dengan standar keselamatan pasien sesuai dengan Joint Commission
International.
Rumah Sakit Pura Raharja
memperoleh kenaikan status dari Rumah Sakit Bersalin (RSB) menjadi RSIA sejak
tanggal 3 Februari
2012.
Rumah Sakit Pura Raharja
hadir untuk melayani masyarakat dan memberikan solusi pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, efektif dan efisien serta manusiawi.
2.1.4 Denah Rumah Sakit
Pura Raharja
Rumah Sakit Pura Raharja
terdiri dari 5 lantai.
1.
Lantai 1

2.
Lantai
2

3.
Lantai
3

4.
Lantai
4

5.
Lantai
5

2.2 Jenis-jenis
Pelayanan Kesehatan
Beberapa pelayanan yang dapat diberikan oleh Rumah
Sakit Pura Raharja, yaitu:
2.2.1 Perawatan Rawat Jalan
Instalasi rawat jalan mencakup pelayanan
IGD, pelayanan poli spesialis, dan poli
BKIA
1.
Pelayanan
IGD
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah bagian dan rawat jalan
yang merupakan bagian layanan terdepan rumah sakit karena kegiatannya
berlangsung selama 24 jam. Kunjungan ke IGD pada setiap rumah sakit cenderung
terus meningkat. Serta memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus serta
peralatan yang memberikan pelayanan pasien gawat darurat dan merupakan
rangkaian dari upaya penanggulangan pasien gawat darurat yang terorganisasi.
Saat
pasien tiba di IGD, pasien menjalani
pemilahan terlebih dahulu, anamnesis untuk membantu menentukan sifat dan
tingkat keparahan penyakit yang dialami pasien.
Setelah penafsiran dan penanganan awal, pasien akan
mendapatkan perawatan selanjutnya. Jika pasien membutuhkan
perawatan yang intensif, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan (ruang rawat inap) atau pasien dapat dirujuk ke rumah sakit
lain. Apabila terdapat pasien yang akan melahirkan dapat langsung dirujuk ke
ruang bersalin (VK). Apabila pasien tidak membutuhkan perawatan intensif dapat
dilakukan rawat jalan saja.
a. Jenis
pelayanan emergency yang paling sering dilakukan
Ada
beberapa pelayanan emergency yang paling sering dilakukan di IGD, yaitu tindakan penyelamatan jiwa pada pasien henti napas dan
jantung,
penanganan pasien sesak napas,
penanganan pasien tidak sadarkan
diri,
penanganan pasien kecelakaan,
penanganan pasien dengan
pedarahan, penanganan
pasien kejang dan kejang demam pada anak, penanganan pasien dengan luka-luka,
penanganan pasien dengan sakit
perut hebat dan penanganan pasien yang akan melahirkan.
b. Fasilitas
Gawat Darurat yang tersedia
1)
Peralatan
resusitasi.
2)
Monitor
tekanan darah.
3)
Defibrilator.
4)
Deteksi detak jantung janin
c.
Pemeriksaan
Pada saat masuk IGD, perawat akan mengantar pasien
ketempat pemeriksaan dan menanyakan keluhan atau gejala yang mengganggu pasien. Selain itu,
perawat akan melakukan pemeriksaan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan
lain-lain.
Petugas Administrasi akan menanyakan data identitas
pasien dan
kartu assuransi (bila ada) kepada keluarga yang mendampingi pasien. Dan
pertugas administrasi melalui komputer akan mencari nomor rekam medik pasien
tersebut dan langsung menghubungi petugas yang berada di ruangan rekam medis
untuk mencari rekam medik pasien yang bersangkutan jika pasien pernah memeriksakan diri ke rumah sakit itu sebelumnya. Tetapi, jika pasien tersebut baru petugas administrasi
akan membuatkan rekam medis yang baru untuk pasien tersebut dan memberikannya kepada dokter IGD
atau perawat yang menangani pasien pada saat itu.
d. Penanganan
Penanganan emergency akan segera dilakukan dokter jaga
IGD, sedangkan penanganan definitif setelah diagnosis ditegakkan.
Bila pasien memerlukan perawatan lanjutan, maka akan
ditempatkan pada ruangan perawatan umum atau ruangan intensif tergantung
keadaan pasien.
Pasien atau keluarga akan diminta persetujuan perawatan
untuk segera
tindakan penyelamatan, kamar perawatan dan dokter yang akan merawat.
Pasien yang tidak memerlukan perawatan lanjutan akan
dipulangkan setelah mendapat pengobatan.
2.
Pelayanan
Spesialistik
a. Spesialis Kandungan
Poli
spesialis kandungan melayani periksa hamil, vaksin,USG, dan pemeriksaan lain yang
berhubungan dengan masalah kewanitaan. Poli spesialis kandungan buka dari hari
senin sampai dengan hari sabtu dengan beberapa dokter spesialis kandungan.
Apabila dalam pemeriksaan kehamilan terdapat gangguan, maka dokter dapat segera
melakukan tindakan seperti dilaksanakannya operasi sectio caesaria setelah
mendapat persetujuan dari keluarganya kemudian segera d rujuk ke ruang bersalin.
b. Spesialis Anak
Poli
spesialis anak buka di hari tertentu dengan beberapa dokter spesialis anak.
Poli spesialis anak melayani pemeriksaan kondisi anak dan imunisasi. Apabila
terdapat bayi dengan icterus, dapat langsung di rujuk ke ruang bayi untuk
mendapatkan fototerapi.
c. Spesialis Penyakit Dalam dan Bedah
Pelayanan
poli spesialis penyakit dalam dan bedah tidak setiap hari, hanya jika ada
pasien yang akan periksa.
d. BKIA
Poli BKIA yang
ditangani oleh bidan melayani periksa hamil, imunisasi, atau konsultasi masalah
kehamilan. Apabila di sore hari, dilayani langsung di ruang bersalin.
2.2.2 Perawatan Rawat Inap
1. Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang meliputi pelayanan observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan
dan rehabilitasi medik.
Pasien yang masuk dalam ruangan rawat
inap adalah pasien yang harus mendapatkan perawatan lanjutan dikarenakan pasien
mempunyai penyakit parah atau setelah mendapat tindakan operasi dan sebagainya
yang harus mendapat pengawasan dan perawatan lebih. Pasien setelah operasi
section caesaria paling banyak di rawat di ruang rawat inap ini.
Identitas pasien rawat inap ditunjukan
dengan adanya gelang yang dipasang di pergelangan tangan. Gelang tersebut
bertuliskan nama pasien, alamat pasien, tanggal lahir, tanggal masuk pasien.
Ada 4 warna gelang, yaitu; warna pink
untuk pasien berjenis kelamin perempuan, warna biru untuk pasien berjenis kelamin laki-laki, warna merah
untuk memiliki alergi makanan, obat, kondisi ekstrem, dll, warna kuning untuk pasien dengan resiko jauh.
Tujuan
dari pemberian gelang tersebut untuk memastikan identitas pasien agar tidak
salah dalam pemberian obat, resiko bayi
tertukar, dan kesalahan terapi gizi yang diberikan. Sehingga sebelum pasien di
beri gelang harus diberikan edukasi tentang tujuan dari pemasangan gelang
tersebut.
2.
Fasilitas
ruangan
Ruang rawat inap dilengkapi dengan nurse call yang digunakan untuk meminta
bantuan perawat.
Ruang rawat
inap terdiri dari 8 ruangan yang terbagi atas tiga kelas yaitu :
a.
Kelas I
Kelas
I terdapat 3 ruangan. Disetiap ruangan kamar terdiri dari 2 tempat tidur, kamar mandi dalam, almari kecil disetiap
tempat tidur untuk barang-barang pasien, kursi untuk tempat duduk keluarga pasien,
fasilitas wastafel, televisi dan AC. Ruang kelas 1 hanya
terdapat di lantai 3 yang dekat dengan nurse station.
b.
Kelas
II
Kelas
II ada 2 ruangan. Disetiap ruangan kamar terdiri dari 3 tempat tidur, 1 kamar
mandi dalam, almari kecil disetiap tempat tidur untuk barang-barang pasien,
kursi untuk tempat duduk keluarga pasien, fasilitas wastafel, televisi dan AC.
Ruangan ini terdapat di lantai 3 dan lantai 4. Ruangan kelas II di lantai 3
untuk pasien regular, sedangkan ruangan kelas II di lantai 4 untuk pasien
dengan status paket atau jaminan.
5)
Kelas
III
Kelas III ada 3
ruangan. Disetiap ruangan kamar terdiri dari 7 tempat tidur, 1 kamar mandi
dalam, almari kecil disetiap tempat tidur untuk barang-barang pasien, kursi
untuk tempat duduk keluarga pasien, televisi dan AC. Ruangan ini terdapat di
lantai 3 dan lantai 4. Ruangan kelas II di lantai 3 untuk pasien regular,
sedangkan ruangan kelas II di lantai 4 untuk pasien dengan status paket atau
jaminan.
2.2.3 Perawatan Bersalin dan Bayi
Ruang bersalin terhubung dengan ruang operasi,
ruang bayi, laboratorium dan recovery
room (Ruang pemulihan).
1. Ruang
Bersalin
Ruangan yang digunakan untuk proses persalinan
normal, pemasangan IUD, EKG pada janin, kuret, persiapan operasi, baik sectio
caesaria maupun tindakan operasi yang lain.
2. Ruang
Bayi
Ruangan yang digunakan untuk bayi, selain petugas dilarang
masuk. Dan jika ada keluarga bayi yang ingin melihat, akan diijinkan hanya
melalui kaca. Ini dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi atau virus pada
bayi. Ruang
bayi digunakan untuk melakukan perawatan pada bayi, misal memandikan,
penghangatan dan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir serta perawatan pada
bayi yang memiliki masalah kesehatan, misal icterus, bayi baru lahir dengan
berat badan rendah, dll.
3. Ruang
Operasi dan Ruang
pemulihan
Ruangan yang digunakan untuk pasien
setelah dilakukan tindakan operasi, baik operasi section caesaria maupun
operasi yang lain. Ruang operasi terdapat 3 ruang. Yang bersebelahan dengan
ruang pemulihan (recovery room).
Jadi, setelah dilakukan tindakan operasi, pasien dipindahkan di ruang pemulihan
sebelum di pindahkan ke ruang rawat inap.
2.2.4 Laboratorium
Laboratorium adalah salah satu sarana
penunjang medis Rumah Sakit Pura Raharja. Laboratorium ini berfungsi untuk
pemeriksaan darah, urine untuk mendiagnosa penyakit pasien.
2.2.5
Instalasi
Farmasi
Instalasi
farmasi ini terletak di dekat pintu masuk dekat dengan IGD. Instalasi ini
melayani pengambilan obat dan alat kesehatan pasien rawat inap. Selain itu juga
melayani penjualan obat bagi pasien rawat jalan baik dari IGD, poli spesialis
dan poli BKIA yang tidak memerlukan rawat inap.
2.3 Sumber
Daya Manusia
Sumber
daya manusia yang berada di Rumah Sakit Pura Raharja, meliputi:
NO
|
KWALIFIKASI
|
JUMLAH
|
KETERANGAN
|
||
I.
MEDIS
|
|||||
1.
|
Spesialis Bedah Umum
|
3
|
|||
2.
|
Spesialis Penyakit Dalam
|
1
|
|||
3.
|
Spesialis Anak
|
3
|
|||
4.
|
Spesialis Kandungan
|
4
|
|||
5.
|
Spesialis Anesthesi
|
1
team
|
|||
6.
|
Dokter Umum
|
4
|
|||
7.
|
Apoteker
|
1
|
|||
II.
PARAMEDIS
|
|||||
1.
|
S1 Keperawatan
|
6
|
|||
2.
|
D3 Keperawatan
|
9
|
|||
3.
|
S1 Anesthesi
|
-
|
|||
4.
|
D3 Anesthesi
|
1
|
|||
5.
|
D4
Kebidanan
|
1
|
|||
6.
|
D3 Kebidanan
|
10
|
|||
7.
|
D4 Analis Kesehatan
|
-
|
|||
8.
|
D3 Analis Kesehatan
|
3
|
|||
9.
|
S1 Ahli Gizi
|
-
|
|||
10.
|
D3 Ahli Gizi
|
1
|
|||
III.
LAIN-LAIN
|
|||||
1.
|
Administrasi
|
3
|
|||
2.
|
Juru masak
|
2
|
|||
3.
|
Juru cuci
|
2
|
|||
4.
|
Cleaning Service
|
4
|
|||
5.
|
Keamanan
|
6
|
|||
2.4 Sarana
dan Prasarana
Terdapat beberapa sarana dan prasarana
di Rumah Sakit Pura Raharja. Sarana dan Prasarana ini berfungsi untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang berobat ke Rumah Sakit Pura
Raharja. Sarana dan prasarana tersebut diantaranya adalah
2.4.1 IGD
24 jam
2.4.2 Ruang
Bersalin
2.4.3 Ruang
Bayi
2.4.4 Laboratorium
2.4.5 Apotek
2.4.6 Ruang
Operasi
2.4.7 Ruang
Rekam Medis
2.4.8 Rawat
Jalan
2.4.9 Rawat
Inap
BAB
3
KEGIATAN
PRAKTIK MAHASISWA DI INSTALASI RAWAT
JALAN
3.1
Periode Praktik
Tempat
: A. IGD (Instalasi Gawat
Darurat)
B. Poli Spesialis Anak
C. Poli Spesialis Kandungan
D. Poli Spesialis Penyakit Dalam
E. BKIA
Tanggal :
10 Juni – 06 Juli 2013
Waktu
Praktek : Pagi (07.00-14.00 WIB)
Siang (14.00-21.00 WIB)
3.2 Jenis Penyakit yang ada di Instalasi Rawat
Jalan
3.2.1 Jenis
Penyakit yang ada di Ruang IGD
Ada
beberapa jenis penyakit yang ditemukan di ruang IGD, antara lain:
1. Faringitis.
2.
Vertigo.
3.
Gastritis.
4. Febris.
1. Leukorea.
2. Kista.
3. Amenorea.
3.2.3
Jenis
Penyakit yang ada di Poli Spesialis Anak
1. Cepal
Hematom
2.
Obstipasi
3.2.4
Jenis
Penyakit yang ada di Poli Spesialis Penyakit Dalam
1.
DM (Diabetes Melitus)
2.
PJK (Penyakit Jantung Koroner)
3.2.5 Pelayanan yang terdapat di Poli Spesialis
Anak dan BKIA
1.
Pelayanan
yang terdapat di Poli Spesialis Anak
a. Imunisasi
2.
Pelayanan
yang terdapat di BKIA
b. Suntik
KB 1 bulan
c. Suntik
KB 3 bulan
3.3 Tindakan Keperawatan yang
dilaksanakan Mahasiswa
3.3.1 Perawatan
1. Pemeliharaan
tempat tidur
a. Merapikan
tempat tidur
b. Membersihkan
tempat tidur
2. Mencuci
tangan dengan cara 6 langkah menggunakan cairan desinfektan.
3.3.2 Perawatan Langsung
1.
Menerima pasien baru.
2.
Mengukur tekanan darah.
3.
Menimbang BB (dewasa dan anak).
4.
Mengukur denyut nadi.
5.
Menghitung pernafasan.
6.
Mengukur suhu melalui axial.
7.
Menyiapkan pasien yang akan pulang.
3.3.3 Perawatan Dasar yang Berhubungan
dengan Program Pengobatan
1. Membantu
menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien.
2. Membantu
memasang cairan infuse.
3. Membantu
memberikan obat melalui pernafasan (pemberian O2).
4. Membantu
memberikan obat secara parenteral melalui intravena.
3.3.4 Perawatan Dasar yang Berhubungan
dengan Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
1.
Membantu menyiapkan untuk
pemeriksaan diagnosis dan laboratorium.
2.
Membantu mengirimkan bahan untuk
pemeriksaan darah dan urine ke laboratorium.
3.4
Pembahasan
Contoh Kasus di Instalasi Rawat Jalan
3.4.1
Penyakit yang sering ditemukan di Ruang IGD
Penyakit yang sering ditemukan di Ruang
IGD adalah Gastristis.
1. GASTRITIS
Gastritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada
mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. (Brunner dan Sudath,
2000 : 1405).
a. ETIOLOGI.
1)
Gastritis Akut. Inflamasi akut dari dinding lambung
yang biasanya terbatas pada mukosanya saja dan terjadi karena gastritis eksogen
dan endogen yang akut.
a)
Gastritis eksogen akut. Disebabkan faktor dari luar
yang terdiri dari beberapa bagian. Gastritis eksogen akut yang simple,
disebabkan oleh : makanan-makanan dan minuman panas yang dapat merusak mukosa
lambung, seperti rempah-rempah, alkohol dan sebagainya. Obat-obatan, seperti :
Analgetik, Anti inflamasi, antibiotik dsb. Bahan kimia dan minuman yang
bersifat korosit, bahan alkali yang kuat seperti, soda, kaustik,
(non-hydroxide) korosit sublimat.
b)
Gastritis endogen akut. Disebabkan kelainan dalam tubuh
yang terdiri dalam beberapa bagian : Gastritis infektiosa akut, disebabkan oleh
toksin atau bakteri yang beredar dalam darah dan masuk ke jantung, misalnya
morbili, dipteri, variola dsb. Gastritis egmonos akute, disebabkan oleh invasi
langsung dari bakteri pirogen pada dinding lambung, seperti streptococcus,
stpilacoccus dsb.
2)
Gastritis Kronis. Merupakan suatu inflamasi kronik yang
terjadi pada waktu lama dipermukaan mukosa lambung Penyebabnya belum diketahui
secara langsung, namun diduga disebabkan oleh : Bakteri, infeksi stapilococcus
(akute) mungkin pada akhirnya akan menjadi kronis. Infeksi lokal, infeksi pada
sinus, gigi dan post nasal dapat menimbulkan gastritis. Alkohol dapat
menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Faktor, psikologis dapat menimbulkan
hipersekresi asam lambung.
b. PATOFISIOLOGI.
Pada gaster yang terjadi peradangan pada lapisan
mukosa terjadi kemerahan, edema dan meradang, biasanya peradangan ini terbatas
pada mukosa saja. Apabila sering mengkonsumsi bahan-bahan yang bersifat iritasi
maka dapat menyebabkan perdarahan mukosa lambung, juga dapat menimbulkan kerak
yang disertai reaksi inflamasi. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan terjadi
peningkatan sekresi asam lambung serta dapat meningkatkan jumlah asam lambung.
Keadaan demikian dapat menyebabnkan iritasi yang lebih parah pada mukosa
lambung akibat hipersekresi dari asam lambung.
c. MANIFESTASI KLINIS.
1)
Gastritis Akute, terdiri dari:
a)
Gastritis Akute Eksogen Simple. Gejala-gejalanya
meliputi: nyeri epigastrik mendadak, Nausea yang di susul dengan vomitus, saat
serangan pasien berkeringat, gelisah, sakit perut dan kadang disertai panas
serta tachicardi dan biasanya dalam 1-2 hari sembuh kembali.
b)
Gastritis Akute Eksogen Korosiva. Gejala-gejalanya
meliputi: pasien kolaps dengan kulit yang dingin, tachicardi dan sianosis,
perasaan seperti terbakar, pada epigastriu dan nyeri hebat / kolik.
c)
Gastritis Infeksiosa Akute. Gejala-gejalanya, meliputi
Anoreksia, perasaan tertekan pada epigastrium, vomitus dan hematemisis
d)
Gastritis Hegmonos Akute. Gejala-gejalany, meliputi
nyeri hebat mendadak di epigastrium, Neusia, rasa tegang pada epigastrium,
vomitus, panas tinggi dan lemas, tachipneu, lidah kering sedikit ekterik, Tachicardi, sianosis pada ektremitas, diare,
abdomen lembek dan Leukositosis.
2) Gastritis Kronis, terdiri dari :
a) Gastritis Superfisialis. Gejala-gejalanya, yaitu:
rasa tertekan yang samar pada epigastrium, penurunan BB, kembung / rasa penuh
pada epigastrium, Nousea, rasa perih sebelun dan sesudah makan, terasa pusing
danVomitus.
b) Gastritis
Atropikan. Gejala-gejalanya, yaitu: rasa tertekan pada epigastrium, Anorexia,
rasa penuh pada perut, Nousea, keluar angin pada mulut, Vumitus, mudah
tersinggung, gelisah, mulut dan tenggorokan terasa kering.
c) Gastritis
Hypertropik Kronik. Gejala-gejalanya, yaitu: nyeri pada epigastrium yang tidak
selalu berkurang setelah minum susu, nyeri biasanya timbul pada malam hari dan
kadang disertai melena.
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Tiga cara dalam menegakkan pemeriksaan, yaitu gambaran
klinis, gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus
dangkal dengan tepi rata pada endoskopi, dan gambaran foto atau gambaran
radiologi dengan kontras tunggal yang sukar untuk melihat lesi permukaan yang
superficial, karena itu sebaiknya digunakan kontras ganda secara umum peranan
endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis
kelainan akut lambung.
e. PENATALAKSANAAN.
1)
Gastritis Akute.
a)Gastritis Eksogen Akute Simple.
Fase akute, istirahat total 1-2 hari.
Hari 1 sebaiknya jangan diberikan makan, setelah mual dan muntah berkurang,
coba berikan teh hangat dan air minum. Hari kedua berikan susu hangat,
benintton dengan garam terutama setelah banyak muntah. Hari ketiga boleh makan
bubur dan bisa makan lembek lainnya. Kolaborasi medik : Pemberian cairan,
Antimuntah untuk mengurangi muntah ~ Sotatik dan Anti spasmodik untuk
memperbaiki spasme otot.
b)
Gastritis Infektiosa Akute.
Pengaturan diet. Beri makanan lembek
dan tidak merangsang mual dan muntah. Kolaborasi medik : Pemberian antibiotik
untuk penanganan factor penyebab dan pembrian anti spasmodik.
c)Gastritis Hegmonos Akute.
Pengaturan diet. Pada abses lokal
perlu dilakukan drainase. Pada pasien dengan hegmonos dispus perlu gastriktomy.
Kolaborasi medik : Antibiotik untuk penanganan faktor penyebab.
2) Gastritis Kronis.
a) Gastritis
Superfisialis.
Istirahat yang cukup. Pemberian
makanan yang cair utuk penderita yang mengalami erosi dan perdarahan sedikit.
Makanan lembek untuk yang tidak terjadi perdarahan. Kolaborasi medik :
Pemberian anti spasmodik.
b) Gastritis
Atropikan.
Setelah makan sebaiknya istirahat
untuk mnecegah terjadinya neusea dan vomitus. Beri makanan lembek dan porsi
kecil tapi sering. Kolaborasi medik : Pemberian anti spasmodic dan beri ekstrak
hati, Vit. B12, dan zat besi.
c)
Gastritis Hypertropikan.
Istirahat yang cukup. Hindari
merokok. Beri makanan cair dan lembek. Kolaborasi medik : Anti spasmodic dan
anti perdarahan k/p.
f. KOMPLIKASI.
1)
Gastritis Akute.
Perdarahan saluran cerna atas, hingga
anemia dan kematian. Ulkus pada lambung. Perforasi lambung.
2)
Gastritis Kronis.
Gangguan penyerapan Vitamin B12
karena atropi lambung dan akan terjadi anemia pernisiosa. Gangguan penyerapan
zat besi. Penyempitan daearah fillorus. Kanker lambung.
3.4.2
Penyakit yang sering ditemukan di Poli
Spesialis Kandungan
Penyakit yang sering ditemukan di Poli
Spesialis Kandungan adalah Kista.
1. KISTA
Kista
ovarium adalah pertumbuhan sel berlebihan atau abnormal pada ovarium yang
membentuk seperti kantong tumor. Tumor
jinak dapat bersifat epitecal, atau berasal
dari strauma gonat khusus. Secara
klinis mereka dapat memberikan gejala dan tanda yang sangat mirip sehingga
diagnosa hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan histopatologi. (Brunner dan
Suddarth, 2000).
Ovarium
kista adalah ovarium yang mengandung kista folikular kecil yang multiple yang
terisi dengan cairan serosa encer, berwarna kuning atau terwarnai oleh darah.
(Kamus Kedokteran Dorland, 812).
a.
ETIOLOGI
Kista
ovarium belum diketahui secara jelas dan
pasti, tetapi diperkirakan karena ada kemungkinan korpus luteum gravidatatis
ikut terangkat. Korpus luteum adalah organ fisiologis lain yang berpotensi
nengalami pembentukan kista dan perdarahan, suatu folikel yang matang tidak
dilepaskan sel telur sehingga menetap dan membesar selama siklus ovulasi tumbuh
atau berkembang dari folikel kista sederhana (normal) yang dipengaruhi proses
antresia folikel, korpus luteum yang mengalami hematoma.
b. FISIOLOGIS
Ovarium
merupakan kelenjar terbentuk buah kenari terletak dikiri dan kanan uterus
dibawah tuba uterin dan terikat disebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan.
Ovarium disebut juga indung telur, didalamnya terdapat jaringan bulbus dan
jaringan tubulus yang menghasilkan telur (ovum), ovarium ini hanya terdapat
pada wanita letaknya di dalam pelviks sebelah kiri, kanan uterus. Jaringan yang
banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf. umumnya bentuk kista-kista kecil banyak
ditemukan di ovarium yaitu dalam folikel dan korpus luteum.
Selama
proses ovulasi folikel-folikel yang sudah matang akan melepaskan satu telur.
Tapi pada pembentukan kista, pada proses ovulasi folikel tidak dapat
mengeluarkan telur sehingga folikel membesar dan menjadi kista. Selain itu
korpus luteum adalah organ fisiologis lain yang berpotensi mengalami
pembentukan kista pada perdarahan korpus luteum persistem jarang didapatkan
pada wanita yang tidak hamil. Bila kemudian telah disingkirkan maka pembesaran
salah satu ovarium dapat akibat pembentukan kista dalam pusat luteum yang gagal
mengecil.
c. PATOFISIOLOGI
Pada
proses ovulasi terjadi ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron
sehingga folikel tidak bisa melepaskan sel telur. Selain itu terjadi atersia
folikel yang juga menyebabkan sel telur tidak bisa keluar di dalam ovarium. Sel
telur tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kista ovari.
Kista
ovari dibagi menjadi dua yairu kista ovari fisiologis dan patologis terjadi
suatu peningkatan tekanan intra abdomen yang dapat menyebabkan trauma jaringan
yang pada beberapa perempuan menimbulkan disminore yang menimbulkan nyeri pada
saat menstruasi, karena kista ovari menyebabkan terhambatnya proses ovulasi
sehingga terjadi aminorea. Selain kista ovarium yang patologis pada keadaan
sebelum operasi kista terus berkembang dan tumbuh yang bisa menyebabkan trauma
jaringan sehingga terasa nyeri dan mengalami gangguan mobilitas fisik.
Kista
yang berkembang sebelum operasi juga memungkinkan terjadinya ruptur pada
ovarium dan menimbulkan perdarahan intra abdomen sehingga kemungkinan terjadi
resiko tinggi infeksi karena masuknya mikroorganisme dan timbul rasa nyeri
karena kurang pengetahuan tentang penyakit kista maka muncullah ansietas. Pada
keadaan setelah operasi yaitu setelah pembedahan laparatormi terjadi deformitas
jaringan yang menyebabkan perlukaan yang menimbulkan kerusakan integritas kulit
dan memungkinkan terjadinya resiko tinggi infeksi akibat proses pembedahan
deformitas jaringan tersebut juga bisa menyebabkan nyeri yang menganggu
mobilitas fisik.
d. KLASIFIKASI KISTA
Beberapa
jenis tumor ovarium.
1)
Tumor Non Neoplastic adalah tumor yang
diakibatkan radang pada dinding ovarium.
2)
Jenis tumor lain, antara lain: Kista
Folikel, Kista Korpus Luteum, Kista Lutein, Kista inklusi germinal, Kista
endometrium dan Kista stein – leventhal.
3)
Tumor Neoplastic, dibagi 2 jenis.
a)
Tumor jinak. Tumor Jinak ini ada
beberapa jenis, yaitu: Kistoma ovarii simpleks, Kistadenoma ovarii serasum,
Kista dermoid dan Tumor Brenner.
b)
Tumor ganas ovarium.
e. MANIFESTASI KLINIS
Seperti
pada penyakit ganas, tumor ovarium dapat tumbuh dengan tenang dan jarang
penyebab gejala sampai setelah mencapai ukuran besar. Ketika tumor berkembang
akan terjadi distensi abdominal. Pengaruh berat tekanan terhadap usus dan
kandung kemih. Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberikan gejala karena
besarnya, terdapat perubahan hormonal atau penyulit yang terjadi. Tumor jinak
ovarium diameternya kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak
memberikan gejala klinik yang berarti. Sebagian besar tanda dan gejala adalah
akibat dari:
1)
Gejala akibat pertumbuhan, sehingga
menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah, mengganggu miksi atau defekasi
dan tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada tungkai bawah.
2)
Gejala akibat perubahan hormonal.
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila berhubungan dengan
tumor menimbulkan gangguan menstruasi dan tumor sel granulase.
3)
Gejala klinik akibat komplikasi yang
terjadi pada tumor, yaitu:
a)
Perdarahan ke dalam kista (intra tumor). Bila terjadi perdarahan dalam
jumlah yang banyak dapat menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan memerlukan
tindakan cepat.
b)
Robek dinding kista. Pada torsi tangkai
kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah ke dalam ruang
abdomen.
c)
Degenerasi ganas kista ovarium.
Keganasan kista ovarium sering dijumpai. Kista pada usia sebelum menarche dan
kista pada usia diatas 48 tahun
d)
Sindrome Meigs. Sindrom yang ditemukan
oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma ovari, acites dan hidrothorak dengan
tindakan operasi fibroma ovari maka sindroma akan menghilang dengan sendirinya.
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan penunjang
untuk memeriksa ada tidaknya kista dalam tubuh manusia.
1)
Laparaskopi. Berguna untuk mengetahui
apakah berasal dari ovari dan juga dapat menentukan sifatnya.
2)
Ultrasonografi. Memungkinkan visualisasi
kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm. Berguna untuk memungkinkan
letak dan batasnya dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut
yang bebas dan tidak bebas.
3)
Foto Rongent. Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.
g.
PENATALAKSANAAN
1) Pada
kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi.
2) Pada
kista pvarium asimtomatik besarnya lebih dari 10 cm dilakukan laparatomi.
3) Kista
yang kecil (< 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif.
4) Kista
5-10 cm memerlukan observasi jika menetap atau membesar dilakukan laparatomi.
5) Jika
pada laparatomi ada kecurigaan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit
yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya.
6) Observasi
klinis pasien.
7) Pengukuran
kadar hematorit dan hemoglobin,
8) Pencegahan
komplikasi serius yang timbul dari pembedahan.
3.4.3 Penyakit yang sering ditemukan di
Poli Spesialis Anak
Penyakit yang menarik untuk dibahas yang
ditemukan di Poli Spesialis Anak adalah Cephal Hematoma.
1. CEPHAL HEMATOMA
a. Perdarahan sub periosteal akibat
ruptur pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum
b.
Perdarahan
superfisial akibat kerusakan jaringan periosteum karena tekanan jalan lahir dan
tidak melampaui batas garis tengah
c.
Pembengkakan
pada kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub
periosteum Faktor Predisposisi
d.
Tekanan
jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan
e.
Moulage
terlalu keras
f.
Partus
dengan tindakan seperti forcep, vacum ekstraksi.
Cephal hematoma adalah perdarahan
sub periosteal akibat kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan
jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan
x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5%
dari seluruh cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering terkena adalah
tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup.
(Menurut P.Sarwono.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ; Bagus Ida
Gede Manuaba. 1998; Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan).
Cephal hematoma adalah pembengkakan
pada daerah kepala yang disebabkan karena adanya penumpukan darah akibat
pendarahan pada subperiostinum.( Vivian nanny lia dewi, 2010 ). Kelainan ini
agak lama menghilang (1-3 bulan).Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan
anemia dan hiperbilirubinemia.Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan
bilirubin.Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono
Prawirohardjo,2007).
a. ETIOLOGI
1)
Persalinan lama.
Persalinan yang lama dan sukar,
dapat menyebab kan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala
bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
2)
Tarikan
vakum atau cunam.
Persalinan yang dibantu dengan vacum
atau cunam yang kuat dapat menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya
pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
3)
Kelahiran
sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. (Menurut :
Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan).
b. PATOFISIOLOGI
1)
Cephal
hematoma dapat terjadi karena 2 hal yaitu:
a) Pada partus lama (kala I lama, kala
II lama), kelahiran janin dibantu dengan menggunakan vacum ekstraksi atau
forseps yang sangat sulit. Sehingga moulage berlebihan dan menyebabkan trauma
kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub
periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma.
b) Pada kelahiran spontan (kepala bayi
besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu. Sehingga moulage terlalu
keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak
rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan
darah sehingga terjadi Cephal Hematoma. Karena adanya tekanan yang berlebihan,
maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga oudema.
Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum.Robeknya pembuluh darah ini
dapat terjadi pada persalinan lama.Akibat pembuluh darah ini timbul timbunan
darah di daerah sub periosteal yang dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala
yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang
perdarahan sub periosteum. (Menurut : FK. UNPAD. 1985. Obstetri Fisiologi
Bandung).
2)
Tanda-tanda
dan gejala Cephal hematoma:
a) Adanya fluktuasi
b) Adanya benjolan, biasanya baru
tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir.
c) Adanya chepal hematoma timbul di
daerah tulang parietal.Berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan
fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.
(Menurut: Prawiraharjo, Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan).
c. TANDA
DAN GEJALA
1)
Gejala
dan tanda yang sering muncul yaitu:
a) Kepala bengkak dan merah, hal ini
karena penumpukan darah pada daerah sub periostium.
b) Batasnya jelas, karena adanya
tanda-tanda peradangan.
c) Pada perabaan mula-mula keras lambat
laun lunak, karena darah pekat jadi lama-lama menjadi lunak.
d) Menghilang pada waktu beberapa
minggu.
e) Baru tampak 6-8 jam setelah lahir,
besar, hilang 16-22 jam atau beberapa minggu kemudian.
f) Lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan dan
berfluktuasi.
g) Pembengkakan terbatas.
h) Tidak melewati sutura.
i)
Tempatnya tetap.
j)
Karena perdaraahan subperiosteum.
d. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada
penderita Cephal Hematoma, yaitu: Ikterus,
Anemia, Infeksi dan kalasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
e. PENATALAKSANAAN
Cephal hematoma umumnya tidak
memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri
dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila
dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan)
dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain : Menjaga kebersihan luka, tidak
boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematom dan pemberian vitamin K.
Bayi dengan Cephal hematoma tidak
boleh langsung disusui oleh ibunya karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh
darah yang mulai pulih.
1)
Untuk
melakukan penanganan pada kasus cephal hematoma sebagai berikut:
a)
Hampir
sama dengan caput succedaneum hanya lebih hati-hati jangan sering diangkat dari
tempat tidur.
b)
Cairan
tersebut akan hilang terabsorbsi dengan sendirinya dalam satu minggu.
Terabsosbsinya menjadi lama apalagi terjadi jaringan fibroblast.
c)
Tidak
di aspirasi karena dikhawatirkan akan terjadi infeksi bila kulit ditusuk jarum
sehingga terjadi trauma akibat peradangan benda asing.
d)
Setelah
hematoma lenyap, terjadi hemolisis sel darah merah.
e)
Stilumus
secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe dibawah kulit.
f)
Hari pertama kopres dingin.
g)
Hari
kedua sampai keempat kompres hangat.
h)
Hiperbilirubinemia
dapat timbul setelah bayi dirumah.
i)
Konseling orang tua untuk awasi timbulnya
kemungkinan ikterik.
j)
Diminta cek RS, pada minggu keempat.
Pada neonatus dengan cephalhematoma
tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia. Pada neonates dengan benjolan akan hilang sendiri dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan. Tetapi memerlukan observasi terhadap
bilirubinemia dan trombositopenianya. Pasien yang menderita penyakit ini dapat
diberi vitamin K untuk mengurangi perdarahan. Selain itu, perlu pemeriksaan
x-ray tengkorak, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5% dari seluruhcephalhematoma).
Pemantauan bilirubinia, hematokrit, dan hemoglobin dan aspirasi darah dengan
jarum suntik tidak diperlukan
3.4.4 Penyakit yang sering ditemukan di Poli Spesialis Penyakit Dalam
Penyakit
yang sering ditemukan di Poli Spesialis Penyakit Dalam dalah Diabetes Melitus.
1.
DIABETES MELITUS
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia.
Anderson Price, 1995).
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan
insulin (Barbara Engram; 1999, 532).
Diabetes
melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
a.
ETIOLOGI
Penyebab
Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
1)
DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
a)
Faktor genetik / herediter. Faktor
herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap
penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibody autoimun melawan
sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b)
Faktor infeksi virus. Berupa infeksi
virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses
autoimun pada individu yang peka secara genetic
2)
DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin
= NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang
dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah
resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat
insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang
biasa.
3)
DM Malnutrisi
a)
Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD).
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga
klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide)
yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
b)
Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes
Melitus (PDPD). Karena kekurangan protein yang kronik, sehingga menyebabkan
hipofungsi sel Beta pancreas
4)
DM Tipe Lain
Penyakit pankreas seperti :
pancreatitis, Ca Pancreas dll. Penyakit hormona, seperti : Acromegali yang meningkat
GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan
sel-sel ini hiperaktif dan rusak. Dikarenakan obat-obatan yang bersifat
sitotoksin terhadap sel-sel seperti
aloxan dan streptozerin yang mengurangi produksi insulin seperti derifat
thiazide, phenothiazine dll.
b.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala-gejala yang akan dialami pasien
penderita diabetes mellitus, meliputi: Poliuria, polidipsi, polipagia,
penurunan berat badan, kelemahan, keletihan dan mengantuk, malaise, kesemutan
pada ekstremitas, infeksi kulit, pruritus dan timbul gejala ketoasidosis &
samnolen bila berat.
c.
PENATALAKSANAAN
1) Diet.
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan =
50 – 60% kalori yang berasal dari : Karbohidrat 60 – 70%, protein 12 – 20 %, lemak 20 – 30 %.
2) Latihan.
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolism selainitu
dapat menurunkan BB, mengurangi stres dan menyegarkan tubuh. Latihan
menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, tetapi hindari latihan
dalam udara yang sangat panas/dingin, karena dapat membuat pengendalian
metabolic menjadi buruk. Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap
hari sesudah melakukan latihan.
3) Pemantauan.
Pemantauan yang ditujukan pada kadar Glukosa darah secara mandiri.
4) Terapi
(jika diperlukan)
5) Pendidikan
(Brunner &
Suddarth, 2002)
d.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1) Gula
darah meningkat. Kriteria diagnostik
WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil: Pada sedikitnya 3 x pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut,
yaitu
a) Glukosa
plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa
plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa
plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
2) Tes
Toleransi Glukosa. Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan
tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah
berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian
karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien. (Brunner & Suddarth,
2003)
e.
KOMPLIKASI
1) Komplikasi
metabolic, yaitu: ketoasidosis diabetic. HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non
Ketotik).
2) Komplikasi,
yaitu: mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati,
makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer). (Brunner &
Suddarth, 2002)
KEGIATAN MAHASISWA DI RUANGAN RAWAT
INAP
4.1 Periode Praktek
Tempat : Ruangan Keperawatan
Tanggal : 10 Juni – 06 Juli 2013
Waktu
Praktek : Pagi (07.00 – 14.00)
Sore (14.00 – 21.00)
Malam (21.00 – 07.00)
4.2 Jenis Penyakit yang ada di ruangan Rawat Inap
Ada beberapa penyakit
yang dapat ditemukan di ruangan Rawat Inap, diantaranya adalah
4.2.1
Luka
Jahitan Setelah Melahirkan
4.2.2
Diare
4.2.3
Melena
(BAB yang berwarna hitam)
4.2.4
Kista
4.3 Tindakan Keperawatan yang
dilaksanakan Mahasiswa
4.3.1 Perawatan
1. Pemeliharaan
tempat tidur.
a. Membersihkan
tempat tidur.
b. Menyiapkan
tempat tidur untuk pasien baru.
c. Menyiapkan
tempat tidur untuk pasien pasca operasi.
b. Mengganti
alat tenun tempat tidur tanpa pasien di atasnya.
1. Mempersiapkan
larutan desinfektan.
2. Menyiapkan
peralatan operasi.
3. Mencuci
alat medis.
4. Melakukan
DTT.
5. Melakukan
sterilisasi.
6. Mencuci
tangan dengan cara 7 langkah.
4.3.2
Perawatan
langsung
1. Menerima
Pasien baru.
2. Skrening
gizi.
3. Membantu
pasien pindah dari tempat tidur ke brand chard atau sebaliknya.
4. Merapikan
tempat tidur dengan pasien di atasnya.
5. Mengganti
alat tenun tempat tidur dengan pasien di atasnya.
6. Menimbang
berat badan pasien.
7. Mengukur
suhu badan melalui axial.
8. Menghitung
denyut nadi.
9. Menghitung
pernafasan pasien.
10. Mengukur
tekanan darah.
11. Menyiapkan
pasien yang akan pulang.
12. Memandikan
pasien di tempat tidur.
4.3.3
Perawatan
dasar yang berhubungan dengan program pengobatan
1. Menyiapkan
dan memberikan obat pada pasien.
2. Memberikan
obat secara parenteral melalui intra vena.
3. Memasang
cairan infuse.
4. Menghitung
tetesan infuse.
5. Mengganti
cairan infuse.
6. Melepas
infuse.
7. Pemberian
oksigen.
4.3.4 Perawatan dasar yang berhubungan dengan
pemeriksaan fisik dan laboratorium
1. Menyiapkan
untuk pemeriksann diagnose dan laboratorium.
2. Mengirimkan
bahan untuk pemeriksaan darah dan urin.
4.4
Pembahasan
Contoh Kasus di Ruangan Rawat Inap
4.4.1
MELENA (Fases/BAB bewarna hitam)
Melena merupakan kasus yang sering
ditemukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Pura Raharja.
1. PENGERTIAAN
Melena adalah
feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena bercampur produk darah dari
saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna
dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian
atas, walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon.
Sementara hematochezia adalah terdapatnya darah segar pada feses, yang
menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian bawah.
2. ETIKOLOGI
Mekanisme
terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan disrupsi mukosa
gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi,
trauma, atau kanker. Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu
perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti
ektasis pada vaskular atau varises esofagus karena hipertensi portal. Selain
itu, riwayat penggunaan obat-obatan golongan NSAID jangka panjang atau konsumsi
alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.
3.
FISIOLOGIS
Perdarahan
saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan
penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai lebih kurang
100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari saluran cerna
bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering
dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna. Mortalitas
akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari
seluruh kasus. Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima
macam manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding
yang bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada
pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea.
4.
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Hitung
darah lengkap.
a.
Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Mungkin normal pada awal perdarahan
saluran cerna akut. Kemudian menurun seiring masuknya cairan ekstravaskular ke
dalam pembuluh darah sebagai upaya pengembalian volume darah. Pasien dengan
perdarahan saluran cerna kronis dapat menunjukkan nilai hemoglobin dan hematokrit
yang sangat rendah walaupun tekanan darah dan nadi berada dalam batas normal.
b. Leukositosis dan trombositosis ringan sering
terlihat.
c. Distribusi sel darah merah dapat menunjukkan
anemia mikrositik dan anemia kekurangan besi sebagai akibat kehilangan darah.
5. PENATALAKSANAAN
Pendekatan terapi pada
pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah sebagai berikut:
a.
Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik.
b.
Intervensi tindakan: Endoscopic
hemostatic therapy, colonoscopic removal of bleeding polyp or mass, surgical
resection, sclerotherapy.
c.
Farmakoterapi: Epinefrin 1:10.000,
proton pump inhibitor (pantoprazol dosis awal 80 mg bolus diikuti 8 mg/jam;
lansoprazol 60 mg bolus diikuti 6 mg/jam), eradikasi H. pylori, penghentian
penggunaan obat-obatan golongan NSAIDs, misoprostol 100 µg 3-4 kali sehari,
short term treatment dengan okreotide 50 µg bolus dan 50 µg/ jam infus untuk
2-5 hari.
BAB
5
KEGIATAN
PRAKTEK MAHASISWA DI RUANG BERSALIN DAN RUANG BAYI
5.1
Priode
Praktek
Tempat
: Ruangan bersalin dan
bayi
Tanggal
: 10 Juni – 06 Juli 2013
Waktu
Praktek : Pagi (07.00
- 14.00 WIB)
Sore (14.00 - 21.00 WIB)
Malam (21.00 – 07.00 WIB)
5.2
Jenis
Penyakit yang ada di Ruang Bersalin dan Ruang Bayi
5.2.1 Sectio Caesaria
5.2.2 Ikterus Neonatorum
5.2.3 IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
5.3 Tindakan Keperawatan yang dilakukan
oleh Mahasiswa
5.3.1 Perawatan
1. Pemeliharaan
tempat tidur.
2. Menyiapkan
tempat tidur.
3. Merapikan
tempat tidur.
4. Mempersiapkan
larutan desinfektan.
5. Mencuci
tangan 7 langkah sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
6. Mensterilkan
peralatan.
5.3.2 Perawatan Langsung
1. Menerima pasien baru.
2. Melakukan cek TTV (tanda tanda vital).
3. Injeksi Intra Muscular (IM).
4. Mencukur rambut pubis untuk persiapan
operasi.
5. Pencegahan infeksi.
6. Menghitung Detak Jantung Janin (DJJ).
7. Mengganti popok bayi.
8. Memberikan nutrisi berupa makanan atau
minuman kepada ibu atau bayi.
9. Mengganti dan menghitung cairan infuse.
10. Membantu pasien BAB dan BAK.
11. Memandikan bayi.
12. Melakukan inform concent kepada pasien.
13. Merawat catheter.
14. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi
roda ataupun sebaliknya.
15. Memberikan huknah rendah.
5.3.3 Perawatan Dasar yang Berhubungan
dengan Pengobatan
1. Membantu menyiapkan dan memberikan obat
kepada pasien.
2. Membantu memberikan obat secara Intra
Muscular.
3. Membantu memasang infuse.
4. Membantu memberikan O2.
5. Membantu memasang
kateter.
5.3.4 Perawatan Dasar yang berhubungan dengan
pemeriksaan fisik dan
laboratorium
1. Membantu menyiapkan darah untuk pemeriksaan
diagnose dan laboratorium.
2. Membantu mengirim bahan untuk pemeriksaan
laboratorium
5.4
Pembahasan
Contoh Kasus di Ruang Bersalin dan Ruang Bayi
Penyakit yang sangat menarik untuk
kami bahas, ditemukan di Ruang Bersalin
dan Ruang Bayi yaitu IUFD (Intra Uterine Fetal Death).
5.4.2
IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan
janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang
dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan
dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono,
2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika
masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20
minggu atau lebih.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam
keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan
lahir lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya
tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan
(KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan
biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak
dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20
minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu.
Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian
dalam rahim.
1.
ETIOLOGI IUFD
Berbagai
penyebab
yang bisa
mengakibatkan kematian janin di kandungan atau IUFD, diantaranya:
a. Ketidakcocokan
rhesus darah ibu dengan janin.
Akan timbul
masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif.
Sehingga, anak akan
mengikuti yang dominan, menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin
mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran
klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya
cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin,
penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain).
b. Ketidakcocokan
golongan darah antara ibu dan janin.
Terutama pada
golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara golongan darah anak A
atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya." Sebab, pada saat masih
dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila
darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat
antibodinya.
c. Gerakan janin
berlebihan
Gerakan bayi
dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah
saja. karena gerakannya berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat
yang menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir,
maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat.
d. Berbagai
penyakit pada ibu hamil
Salah satu
contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu
dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.
e. Kelainan
kromosom.
Bisa disebut
penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin
akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi,
yaitu dari otopsi bayi.
f. Trauma saat
hamil.
Trauma bisa
mengakibatkan terjadi solusio plasenta. Trauma terjadi, misalnya, karena
benturan pada perut, karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa
mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta.
g. Infeksi materna.
Ibu hamil sebaiknya
menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus.
Demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin mati.
h. Kelainan bawaan
bayi.
Kelainan bawaan
pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di
kandungan.
2. Patofisiologi
Janin bisa juga
mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi
dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai
makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia,
karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka dampak pada janin adalah
irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang dengan
pertumbuhan janin.
3.
Manifestai
Klinik
Detak jantung janin tidak terdengar, uterus tidak membesar,
fundus uteri turun,
pergerakan anak tidak teraba lagi, palpasi anak tidak jelaa, reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang
lebih 10 hari dan pada rongen
dapat dilihat adanya:
tulang-tulang
tengkorak tutup menutupi,
tulang punggung
janin sangat melengkung,
hiperekstensi
kepala tulang leher janin,
ada
gelembung-gelembung gas pada badan janin dan bila janin yang mati tertahan 5 minggu
atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.
4.
Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Golongan I : kematian
sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
b. Golongan II : kematian
sesudah ibu hamil 20-28 minggu
c. Golongan III : kematian
sesudah masa kehamilan > 28 minggu
(late fetal Death)
d. Golongan IV : kematian yang
tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.
5.
Faktor Resiko
a. Terjadinya IUFD dapat dikarenakan
beberapa faktor, yaitu:
1) Status sosial
ekonomi rendah, tingkat
pendidikan Ibu yang rendah
2) Usia Ibu > 30
tahun atau < 20 tahun
3) Partus pertama
dan partus kelima atau lebih,
kehamilan tanpa pengawasan antenatal
4) Kehamilan tenpa
riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang inadekuat
5) Riwayat kehamilan dengan komplikasi
medic atau Obstetrik
6) Faktor ibu (High
Risk Mothers), tinggi dan BB
ibu tidak proporsional
7) Kehamilan di
luar perkawinan
8) Ganggguan gizi
dan anemia dalam kehamilan
9) Ibu dengan
riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati dan riwayat
inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. faktor bayi (High Risk
Infants), meliputi:
1)
Bayi dengan
infeksi antepartum dan kelainan congenital
2)
Bayi dengan
diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
3)
Bayi dalam
keluarga yang mempunyai problema social
6.
Diagnosa dan
Diagnosa Banding
a. Anamnesis
Ibu tidak
merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat
berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil
atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan
perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
b. Inspeksi
Tidak terlihat
gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus.
c.
Palpasi
Tinggi fundus
lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin.
Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala
janin.
d.
Auskultasi
Baik memamakai
setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar terdengar DJJ.
e.
Reaksi kehamilan.
Reaksi
kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
f.
Rontgen Foto Abdomen
Adanya
akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin.
Tanda Nojosk : adanya
angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher
janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin, disintegrasi tulang janin
bila ibu berdiri tegak
and kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi
1)
Selama menunggu
diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya
telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk
meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
2)
Diagnosa pasti
dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui
hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
3)
Menunggu
persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996)
memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah
diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu
lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka
sering dilakukan terminasi kehamilan. Maka tindakan yang harus dilakukan adalah kuretasi vakum, kuretase tajam, dilatasi dan
kuretasi tajam.
Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu. Misoprostol
200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan
batang laminaria 12 jam sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria
dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose
5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Catatan:
dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu.
Misoprostol 100 mg intravaginal, yang
dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang
laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5%
mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara
pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua
dan ketiga untuk janin mati. Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan
pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan
konsulen.
Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan. Misoprostol 50
mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada
KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per
menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk
grande multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas. Catatan:
dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila
didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
2)
Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan
rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa.
Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI),
dan penggunaan alat kontrasepsi.
8.
Dampak
Kematian janin
dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4
minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-fibrinogenemia) akan
lebih besar karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap
minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi fibrinogenemia., bahayanya
adalah perdarahan post partum. Terapinya adalah dengan pemberian darah segar
atau fibrinogen.
Dampak lainnya
yaitu, Trauma emosional yang berat menjadi bila antara kematian janin dan
persalinan cukup lama, dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah, dapat terjadi
koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
9.
Jenis – Jenis
Persalinan Untuk Janin Mati
a. Pertolongan persalinan dengan perforasi
kronioklasi.
Perforasi
kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan pada bayi yang meninggal
di dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin dengan perforation dan
selanjutnya menarik kepala janin (dengan kranioklasi) tindakan ini dapat
dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan kesulitan persalinan
kepala. Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan system rujukan ke
tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kraioklasi sudah jarang
dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi adalah perdarahan infeki,
trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptira uteri( pecah robeknya jalan
lahir).
b. Pertolongan
persalinan dengn dekapitasi.
Letak lintang
mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal
pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian
janin, oleh karena itu kematian janin tidak layak dilkukan dengan seksio
sesaria kecuali pada keadaan khusus seperti plasenta previa totalis, kesempitan
panggul absolute. Perslinan di lakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan
memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di lahirkan.
c. Pertolongan persalinan dengan eviserasi.
Eviserasi
adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru
(dada) sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya di lahirkan. Eviserasi
adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk
memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi
dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi
kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau
seksio sesaria.
d. Pertolongan
persalinan dengan kleidotomi.
Kleidotomi
adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu
mengecil untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada
anak hidup, bila diperlukan pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak
yang besar.
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dan tujuan di atas dapat kita simpulkan bahwa selama melaksanakan
praktik klinik di Rumah Sakit Pura Raharja :
6.1.1
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dasar langsung maupun tidak langsung.
6.1.2
Mahasiswa dapat memenuhi target praktik
klinik.
6.1.3
Mahasiswa dapat menerapkan teori yang
diperbolehkan dari pendidikan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada pasien.
6.1.4
Kesesuaian antara teori dan praktek
Dalam melakukan
tindakan, antara teori dan praktek ada perbedaan. Dikarenakan dalam dunia kerja dituntuk untuk
berkerja efektif dan efisien agar pasien mendapatkan pelayanan yang lebih cepat
6.2 Saran
6.2.1
Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan lebih aktif
untuk mencari dan mempelajari hal hal yang baru tentang ilmu keperawatan dasar
yang belum pernah mereka dapatkan di kelas
Perry, Anny.G dan Patricia A. Potter. 1999. Keterampilan dan prosedur dasar ed.3. Jakarta: EGC
De Caestecker, J.,
2006. Upper Gastrointestinal Bleeding:
Surgical Perspective, e-medicine clinical reference
Laine L., 2005. Gastrointestinal Bleeding. In: Kasper, D.L, Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA: McGraw-Hill, p. 2372-2393
Soedigdomarto, Harjo,
dkk. 2004. Perawatan ibu di pusat
kesehatan masyarakat. Surabaya: Pusat penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar